“Tidak ada urgensinya. Sektor bisnis tidak ada yang komplain dan bilang harus redenominasi. Malah bahaya karena banyak barang-barang yang harganya masih Rp1.000, Rp2.000. Kalo Rp1.000 jadi Rp1, barang-barang itu susah naik secara pecahan. Akibatnya kalau naik bisa menyebabkan inflasi,” tegas Rahma dikutip dari laman unair.ac.id, Selasa, 11 November 2025.
Rahma juga mengingatkan dampak psikologis yang tidak boleh terabaikan. Ia menerangkan redenominasi berisiko menimbulkan persepsi kemiskinan mendadak di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
“Juga jangan lupa dampak psikologisnya. 190 juta rakyat kita masih hidup dengan Rp50 ribu per hari. Kalau Rp50 ribu jadi Rp50 mereka bisa merasa tiba-tiba jadi ‘miskin’ sekali,” ujar dia.
Tantangan terberat lainnya adalah kondisi stabilitas ekonomi global yang masih labil. Rahma menyoroti kondisi fiskal banyak negara, termasuk Amerika Serikat yang defisitnya mencapai enam persen.
“Probability US bakal resesi memang cuma 30 persen. Tapi itu angka yang tinggi untuk Wall Street. Ini akan berdampak pada ekonomi Indonesia. Ekonomi belum stabil, pertumbuhan, inflasi dan tekanan eksternal, persoalan struktural domestik masih rentan dan uncertainty,” sebut dia.
Ia juga menuturkan peran perbankan dan lembaga keuangan masih belum optimal untuk mendukung keberhasilan kebijakan ini. Kegagalan dalam sosialisasi dan transisi justri berisiko merusak kepercayaan publik.
“Karena publik apalagi orang awam menganggap redenominasi ini sebagai bentuk pemotongan uang atau biasa disebut sanering. Justru nanti membuat panic buying pada masyarakat,” tutur dia.
Rahma berpesan kepada pemerintah untuk tidak terburu-buru melontarkan wacana yang mampu memunculkan keresahan publik. “Saat ini publik mengurus untuk kestabilan keuangan dalam rumah tangganya masing-masing akibat pelemahan pertumbuhan ekonomi dan tidak tersedianya perluasan kesempatan kerja baru,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id