Kondisi ruang kelas dan sekolah rusak ini tentu saja menjadi batu sandungan bagi upaya pemerataan layanan pendidikan dasar yang ingin dilakukan pemerintah. Di mana mulai tahun ini pemerataan dipercepat melalui penerapan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018, agar layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia dapat merata.
Bagaimana tanggapan serta upaya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy menghadapi masih terbatasnya infrastruktur pendidikan, sementara di sisi lain kebutuhan terhadap daya tampung sekolah yang memadai semakin mendesak. Berikut wawancara Medcom.id dengan Mendikbud, Muhadjir Effendy:
T: Berdasarkan data, ada sekitar 60 persen ruang kelas yang dalam kondisi rusak (ringan, sedang, dan berat), tanggapan dan rencana Kemendikbud untuk mengatasi kondisi tersebut seperti apa?
J : Berdasarkan verifikasi data terakhir tidak lagi sebanyak itu. Tetapi standarnya memang harus ditingkatkan, misalnya sarana perpustakaan, laboratorium dasar, dan sebagainya. Terutama untuk jenjang SD. Karena sebagian besar SD adalah peninggalan SD inpres (pembangunan tahun 1973) yang fungsinya dulu sebagai pengganti program PBH (pemberantasan buta huruf) yang lebih menekankan kepada Baca Tulis Hitung (calistung).
T: Berapa anggaran yang disiapkan pemerintah (Kemendikbud) untuk memperbaiki ruang kelas rusak tersebut?
J : Kebijakan ini bukan proyek , jadi tidak ada anggaran khusus. Tetapi Kemendikbud akan mengoptimalkan anggaran dan sumber daya yang sudah ada, agar lebih efektif dan efisien.
T : Hilir dari penerapan sistem zonasi dalam PPDB adalah pemerataan kualitas dan layanan pendidikan, terutama agar alih jenjang siswa tidak terkendala persoalan keterbatasan daya tampung, apa yang dilakukan Kemendikbud untuk menambah daya tampung ini?
J : Sistem zonasi ini sebenarnya merupakan simpul kebijakan dari rangkaian kebijakan sebelumnya. Mulai dari reformasi komite sekolah, penataan beban kerja guru, program penguatan pendidikan karakter (Perpres nomor 87 tahun 2017), Redefinisi tugas kepala sekolah dan pengawas sekolah, termasuk penyesuaian urusan pendidikan (infrastruktur) sebagai layanan dasar dengan diberlakukannya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
T : DPR meminta Kemendikbud mengevaluasi dan mencabut aturan pembatasan rombongan belajar di dalam kelas. Pembatasan rombel dinilai tidak relistis mengingat daya tampung sekolah secara keseluruhan masih sangat kurang?
J : Memang belum semua daerah bisa mengadopsi (aturan rombel), daerah diperbolehkan membuat diskresi dengan mengajukan permohonan ke Kemendikbud. Setahu saya Pemda DKI termasuk yang mengajukan itu. Kalau dicabut ya jangan, nanti jadi liar.
Baca: DPR: Penambahan Ruang Kelas Butuh Rp 19 Triliun
T: Penambahan ruang kelas baru dan unit sekolah baru sebagai tindak anjut Zonasi seperti apa?
Ada rencana penambahan ruang kelas, tetapi mungkin juga ada regrouping sekolah.
T: Teknis Regrouping seperti apa?
J : Tergantung populasi siswa di setiap zona. Jadi kalau ada dua sekolah atau lebih dijadikan satu, itu namanya regrouping. Kalau ada sekolah dipindah dari satu zona ke zona lain itu namanya relokasi.
Nanti regrouping maupun relokasi akan dilakukan berdasarkan peta populasi siswa. Bila daerah yang populasi siswanya sudah berkurang, ya sekolahnya diringkas. Kalau kelebihan populasi siswa, sekolah ditambah. Termasuk kebijakan diskresi rombongan belajar.
Bahkan nanti kalau kita lihat terlalu mendesak, kita bisa bikin sekolah darurat. Nanti ketahuan, kebutuhan guru itu berapa. Sekarang kan sudah tidak bisa guru itu mengajar lebih dari satu sekolah.
T: Selama ini pemerintah daerah dinilai kurang memperhatikan pendidikan di daerahnya, terobosan apa yang dilakukan untuk menindaklanjuti hasil pemetaan sistem zonasi?
J : Baiknya saling aktif, baik pusat maupun daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id