Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) Iman Prihandono menyebut Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) bekerja sama dengan Fakultas Farmasi (FF) akan membuka posko aduan dan advokasi untuk pasien gagal ginjal akut.
“Sebelum membuka posko, kita harus mengetahui dulu permasalahannya dari ahlinya, yaitu Prof Junaidi yang akan membahas dari sisi farmasi dan Pak Sapta yang akan membicarakan tentang tanggung jawab pidana,” ujar Iman dalam diskusi online bertajuk “Merumuskan Pertanggungjawaban Hukum Cemaran Obat terhadap Kasus Gagal Ginjal Akut” dikutip dari laman unair.ac.id, Rabu, 2 November 2022.
Ada dua pembicara yang dihadirkan yakni Dekan Fakultas Farmasi (FF) Unair Junaidi Khotib dan Direktur UKBH FH Unair Sapta Aprilianto.
Junaidi memaparkan penyebab terjadinya gagal ginjal akut diduga terjadi karena obat sirup mengandung EG melebihi ambang batas aman. Dia menyebut Indonesia sebenarnya tidak mengizinkan EG dimasukkan ke dalam obat karena sifatnya senyawa toxic.
“Suatu obat itu tentu mutu menjadi utama. Mutu yang pertama berisi keamanan, kedua efektivitasnya. Sebagai pharmacist, kita harus mampu memberi jaminan obat itu aman digunakan oleh masyarakat,” tutur dia.
Junaidi mengatakan kasus gagal ginjal akibat obat sirup tersebut pada awalnya tidak diketahui penyebabnya. Setelah diinvestigasi, diketahui penyebabnya beberapa obat sirup mengandung EG.
“Tidak pernah ada obat dalam bentuk EG atau mengandung EG ini sebelumnya. EG ini sebenarnya berfungsi untuk pulen atau antifreeze. EG ini termasuk bahan tambahan atau eksipien,” papar Junaidi.
Dia menyebut senyawa-senyawa, seperti propilenglikol, polietilenglikol, sorbitol, dan gliserol yang terdapat dalam kandungan obat sirup membutuhkan EG untuk proses pembentukan. Sehingga, EG berfungsi sebagai pencemar apabila melebihi ambang batas aman yaitu 0,5 miligram.
Sementara itu, Sapta menjelaskan dari sisi pertanggungjawaban pidana menurut hukum kesehatan. Sapta menyebut apabila terdapat suatu perbuatan pidana harus dicari tahu penyebabnya.
Dia menjelaskan seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila ada perbuatan pidana dan kesalahan pidana orang tersebut. Ketika unsur perbuatan pidana telah terpenuhi, dapat disebut perbuatan pidana.
Namun, sifat-sifat dalam hukum pidana tidak bisa serta merta diterapkan dalam hukum kesehatan. Terpenting, kata dia, harus dicari tahu dulu apakah ada kausalitas antara perbuatan dengan kesengajaan.
"Spakah benar cairan di dalam obat tersebut merupakan hal utama penyebab gagal ginjal atau tidak,” tutur Sapta.
Baca juga: Keluarga Pasien Gangguan Ginjal Akut Berpeluang Gugat BPOM |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News