Trem diklaim mampu mengurangi emisi karbondioksida di Surabaya sebesar 31 ton per tahun. Ketua Tim Peneliti Muhammad Ainul Yaqin (Inung) mengatakan gagasan AUTRAM sebagai kendaraan yang menggunakan tenaga baterai terbilang masih baru.
Inung menyebut AUTRAM makin spesial lantaran baterai yang dapat dicas menggunakan pembangkit tenaga surya. “Ide ini dapat terbilang baru, pemanfaatan energi terbarukannya juga cocok diterapkan di Surabaya,” ujar Inung dalam keterangan tertulis, Rabu, 13 Juli 2022.
Inung menjelaskan untuk menjalankan trem dibutuhkan beberapa sensor. Mulai Global Navigation Satellite System (GNSS), Light Detection and Ranging (LIDAR), Radar, hingga kamera dengan fungsinya masing-masing yang saling melengkapi.
Dia menuturkan sensor GNSS berfungsi untuk menentukan posisi trem menggunakan sistem navigasi satelit. Selanjutnya, sensor LIDAR digunakan untuk mendeteksi sekaligus memetakan bentuk tiga dimensi dari lingkungan sekitar dengan akurasi yang tinggi. Sedangkan, sensor Radar akan mendeteksi dan mengukur jaraknya dengan akurat.
“Sensor Radar dapat diandalkan untuk sistem pengereman darurat,” kata mahasiswa Departemen Teknik Fisika angkatan 2019 ini.
Selain itu, terdapat pula fitur kamera yang dapat mendeteksi benda di sekitar trem, rambu lalu lintas, serta garis jalan. Hal ini juga didukung dengan kecerdasan buatan yang disebut Movement Authority Limit (MAL). MAL dapat menentukan batas jarak yang diperbolehkan untuk trem bergerak.
“Dengan begitu, trem dapat bergerak maju, berhenti, mundur, menambah kecepatan, dan mengurangi kecepatan,” tutur Inung.
Inung juga menerangkan cara kerja sistem penggerak pada AUTRAM. Dia menyebut AUTRAM bergerak dengan baterai bertenaga surya tidak seperti trem pada umumnya yang menggunakan tenaga listrik.
“Jika daya pada baterai habis, maka akan diganti dengan baterai baru yang telah dicas di stasiun pengecasan,” tutur pemuda asal Jember ini.
AUTRAM mampu menempuh jarak hingga 77 kilometer dengan menggunakan tenaga satu baterai penuh. Selain itu, kendaraan dengan panjang 11,5 meter; lebar 2,7 meter; serta tinggi 3 meter ini juga memiliki keunggulan sistem pembayaran nontunai, sehingga seluruh sistem pada kendaraan ini dapat dijalankan tanpa tenaga manusia.
Inovasi Inung bersama rekannya Novandian Rafly Kurniawan yang tergabung dalam Tim Solar ini juga berdampak pada pengurangan emisi karbon. Antara lain yang berasal dari kendaraan bermotor, kepadatan jalan raya karena banyaknya kendaraan pribadi, serta dihasilkannya sistem transportasi umum kota yang modern.
Tim Solar yang dibimbing Bambang Lelono Widjiantoro berhasil meraih Juara 2 pada Kategori Future of Mobility dalam Kompetisi Digital Innovation and Technology Competition (DIGITECH) 2022 yang diselenggarakan Astra Indonesia. Inung berharap ke depan riset mengenai Autonomous Tram di Indonesia dapat segera terlaksana.
Sebagaimana sebelumnya telah ada wacana pembangunan transportasi Surotram dan Boyorail di Surabaya. “Kami berharap Indonesia dapat menjadi yang terdepan dalam pengembangan riset AUTRAM, sehingga tidak bergantung dengan teknologi negara lain,” kata dia.
Baca juga: Belum Terbendung, ITS Pertahankan Juara Umum Kontes Robot Indonesia Ke-5 Kali |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News