Huda mencontohkan, provider bisa membuat hadiah undian mobil apabila seluruh siswa sekolah menggunakan kartu provider tersebut. Dari kasus ini, kata Huda, terlihat ada indikasi bahwa provider itu ingin memanfaatkan anggaran besar untuk keuntungannya sendiri.
Hal ini dianggap berbahaya, sebab kemungkinan tujuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak tercapai. Provider malah luput dalam memberikan layanan prima, seperti kualitas jaringan, kecepatan unduh dan unggah, hingga menjaga kestabilan jaringan internet.
"Soal pengawasan, saya ingin seluruh kepala sekolah dan komite sekolah bergandeng tangan agar tidak ada mal praktik dari provider tertentu, ada provider yang jual beli nomor HP (memanfaatkan sekolah)," kata Huda dalam webinar Mengawal Anggaran Kuota Rp9 Triliun, Senin, 7 September 2020.
Baca: Subsidi Kuota dari Kemenkeu Hanya untuk Mahasiswa PTN
Huda menegaskan, penyalahgunaan program ini ini akan sangat merugikan semua pihak. Mulai dari peserta didik, sekolah, orang tua hingga negara itu sendiri, akibat ada pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Ini harus dihentikan dan kerja sama yang baik adalah komite sekolah, orang tua, sekolah dan dinas kabupaten/kota, itu berkomitmen dalam mengawal ini. Kuncinya jangan sampai semua mudah mendapatkan akses (mudah percaya)," imbuhnya.
Huda menyatakan Satgas ini juga dapat mengawal nomor handphone siswa dalam satu sekolah. Misalnya, mayoritas satu sekolah menggunakan provider yang sama.
"Ketika Kemendibud berkirim surat dengan seluruh dinas pendidikan dan mendapat nomor HP siswa, itu perlu dikawal, harus turun tangan membentuk tim tugas khusus agar tidak menjadi ruang untuk disalahgunakan, kuncinya adalah komite sekolah dan kepala sekolah jangan sampai tergoda dengan tawaran dari provider, ini tidak bertanggung jawab," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News