Usia rata-rata 1.729 lulusan Program Sarjana adalah 22 tahun 6 bulan 15 hari. Farras bercerita sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, ia sudah lebih cepat dari teman-teman seusianya. Ia sempat mengikuti ujian nasional untuk masuk SMP saat masih kelas 5 SD bersama kakak kelasnya, kesempatan yang ketika itu masih diperbolehkan.
“Saya masuk SD masuk umur 4,5 tahun, berlanjut ke SMP 3 tahun, dan kemudian saat SMA saya hanya menyelesaikan 2 tahun,” cerita Farras dikutip dari laman ugm.ac.id, Senin, 8 Desember 2025.
Memasuki jenjang perkuliahan di usia 16 tahun bukan hal mudah. Gadis asal Lampung itu harus beradaptasi dengan lingkungan baru, budaya belajar yang berbeda, serta dinamika pertemanan dengan mahasiswa yang mayoritas lebih tua.
Meski begitu, ia merasa beruntung karena lingkungan kedokteran UGM cukup inklusif dan membuatnya cepat menyesuaikan diri. “Di awal kuliah, penyesuaian berjalan tidak selalu mulus, tetapi perlahan saya menemukan ritme yang tepat,” kenang dia.
Ketertarikannya pada dunia kedokteran tumbuh sejak kecil. Ia kerap menemani ibunya bekerja di rumah sakit dan membantu di klinik keluarga, membuatnya familiar dengan dunia medis.
Ia berharap bisa melanjutkan profesi sebagai dokter dan kembali pulang ke Lampung untuk membantu masyarakat di sana. “Jadi dari dulu saya sudah familiar dengan dunia kedokteran. Saat tahu UGM, saya pikir saya bisa belajar di sana dan ingin jadi dokter agar tingkat layanan kesehatan di Indonesia bisa lebih merata,” kata dia.
Selama kuliah, Farras aktif berorganisasi di lingkungan fakultas. Ia bergabung dengan organisasi Asian Medical Students Association (AMSA) dan Center for Indonesian Medical Students Activities(CIMSA).
Ia juga bercerita saat mengikuti preklinik dan belajar anatomi. Farras dan temannya mendapat kesempatan masuk ke ruang operasi bersama seorang dokter ortopedi yang mengajar mereka.
“Itu momen paling berharga. Saya kagum sekali, baru awal-awal kuliah, terus bisa lihat langsung bagaimana ruang Operasi Kecil bekerja,” kenang dia.
Farras berharap perjalanan yang ia lalui dapat menjadi penyemangat bagi mahasiswa lain. Ia percaya keberhasilan tidak selalu datang dari kecepatan, melainkan dari konsistensi dan keyakinan pada proses diri sendiri.
Dalam usia yang masih sangat muda, ia berhasil menutup babak panjang pendidikan sarjananya dengan membawa harapan besar untuk masa depan dan rencana kembali mengabdi di tanah kelahirannya.
“Semangat. Dulu aku juga sempat desperate, tapi sekarang Alhamdulillah bisa lulus. Intinya semua orang punya timeline-nya masing-masing, jadi tetap semangat dan lakukan yang terbaik,” pesan Farras.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News