"Seharusnya pemerintah dapat meningkatkan coverage penerima bantuan subsidi kuliah lebih tinggi lagi guna mengantisipasi kenaikan UKT akibat tingginya beban operasional masing-masing universitas," kata Choirul Anam dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Mei 2024.
Berdasarkan data Kemendikbud, sejak 2020 hingga 2024, pemerintah telah merealisasikan program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) sebesar Rp46,8 triliun. Ini telah menjangkau 3.906.120 mahasiswa berpresetasi dan kurang mampu di tingkat perguruan tinggi agar dapat melanjutkan kuliah tanpa perlu memikirkan biaya perkuliahan atau UKT lagi.
Apabila dirata-rata tiap tahunnya, pemerintah mengalokasikan Rp9,3 triliun untuk setidaknya 781.224 mahasiswa atau rata-rata tiap mahasiswa menerima Rp11,9 juta/tahun. Data BPS 2023, menunjukkan jumlah mahasiswa di Indonesia mencapai 7,8 juta, rinciannya 3,3 juta mahasiswa universitas negeri dan 4,4 juta mahasiswa di universitas swasta.
J
ika diasumsikan, pemerintah memberikan subsidi KIP-K kepada 30 persen dari seluruh mahasiswa yang ada. Maka ada 2,34 juta mahasiswa penerima KIP-K atau jika dianggarkan setidaknya pemerintah harus menganggarkan sebesar Rp28,85 triliun.
"Subsidi pendidikan tinggi lebih kecil dibandingkan dengan biaya subsidi BBM, Listrik, dan LPG yang mencapai Rp159,6 triliun pada 2023," tutur dia.
Selain itu, amanat UUD 1945, pemerintah diwajibkan merealisasikan 20 persen APBN untuk pendidikan (mandatory spending). Namun, presentase belanja pendidikan Indonesia dibandingkan dengan PDB masih lebih rendah dari Malaysia, Timor Leste, dan Vietnam.
"Perlu dikaji lebih lanjut, apakah realisasi anggaran 20 persen benar-benar terealisasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan," ujar Ketua Umum KAHMI Eropa Raya 2022-2027 itu.
Misalnya, pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan dasar dan pendidikan tinggi, perbaikan kualitas tenaga pendidik (termasuk gaji, tunjangan dan pelatihan), kualitas infrastruktur pendidikan, kualitas riset, maupun peningkatan kualitas kurikulum pendidikan.
"Jangan sampai realisasi anggaran justru lebih banyak untuk biaya makan minum saat rapat, biaya sosialisasi peraturan, atau biaya perjalanan dinas yang tidak memiliki dampak langsung terhadap kualitas pendidikan di Indonesia," tegas dia.
Bahkan, Presiden Joko Widodo pernah menyoroti tingginya anggaran untuk rapat, studi banding, dan dinas pada 2023. Choirul Anam menyebut juga dibutuhkan political will dari DPR untuk mendorong agar pemerintah konsisten mengalokasikan anggaran pendidikan yang berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan dan SDM Indonesia.
"Pemerintah juga perlu mengontrol kebijakan terkait besaran UKT bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri serta memberikan bantuan subsidi biaya pendidikan kepada mahasiswa di perguruan tinggi swasta," tutur dia.
Selain itu, perlu verifikasi ketat terhadap penerima KIP-K agar lebih tetap sasaran. Perbaikan kebijakan ini perlu dilakukan untuk mewujudkan keseimbangan dan pemerataan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan memperbesar peluang terwujudnya Indonesia Emas 2045 yang akan menjadi momentum besar kemajuan bangsa Indonesia," ujar Choirul Anam.
Baca juga: Uang Kuliah Mahal Bisa Jadi Sandungan Indonesia Emas |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News