"PPDB ini selalu ribut, sudah langganan. Apalagi zonasi ini sudah diberlakukan lima tahun, sampai hari ini masih ribut," kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, dalam diskusi daring, Jumat, 3 Juli 2020.
Menurut Ubaid, akar masalah bukan datang dari masyarakat. Namun, kebijakkan pemerintah terkait PPDB tidak pernah matang dan menyesuaikan dengan kondisi lapangan.
"Mau meratakan pendidikan, tapi di daerah terus buat sekolah favorit, sekolah model. Orang jadi berebut dan berjubel. Kalau daya tampung tidak ada jadinya marah," lanjut Ubaid.
Bagi Ubaid, langkah yang disebut pemerataan pendidikan ialah menyamakan kualitas guru dan sekolah. Jadi, siswa maupun orang tua tidak dibutakan untuk mengantri ke sekolah favorit.
Baca: PPDB di Jember Diduga Marak Manipulasi Domisili
Ubaid menambahkan, DKI Jakarta justru malah membuat aturan seleksi usia. Ia mengakui, kebijakan ini bisa mengakomodasi siswa berusia tua masuk ke sekolah negeri, namun ternyata muncul masalah baru.
"Yang muda-muda kan jadinya tergeser. Ini kan diskriminatif layanan pendidikan. Gara-gara usia dia tidak dapat layanan pendidikan. Harusnya semua orang berhak mendapatkan layanan," ungkap Ubaid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News