"Formalisasi seragam khusus keagamaan itu bagian dari ini (agama eksklusif). Padahal dunia pendidikan, ruang untuk menyemai nilai-nilai kebangsaan Indonesia," kata Alissa dalam webinar Imparsial dengan tajuk Sekolah Sebagai Penyemai Toleransi, Senin 8 Februari 2021.
Dia pun mengutip pesan Presiden Republik Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang mengatakan bahwa Indonesia ada karena keberagaman, kalau tidak ada keberagaman tidak perlu ada Indonesia. Artinya, Indonesia merupakan gagasan yang lahir dari keberagaman.
"Indonesia itu gagasan kok, justru karena ada keberagaman, maka butuh gagasan yang mengikat kita semua. Karena itu yang beda jangan disama-samakan dan yang sama jangan dibeda-bedakan," tutur dia.
Baca: KPAI Minta Mekanisme Pengawasan SKB Seragam Sekolah Segera Disusun
Kesadaran akan keberagaman, kata dia, patut menjadi pegangan masyarakat di Indonesia agar mampu menghargai perbedaan. Indonesia butuh masyarakat yang mampu mengelola diri sendiri dalam beragama untuk kepentingan bersama.
"Kita butuh warga bangsa yang tentu dia cakap mengelola dirinya dan kehidupannya, dia punya kearifan indonesia dan dia punya wawasan global. Ini harus kita pastikan bahwa masyarakat Indonesia itu berwawasan global, tetapi akar kearifan Indonesia itu sangat penting," tutur dia.
Kasus intoleransi di sekolah menyedot perhatian publik. Polemik mencuat setelah kasus anjuran memakai jilbab di sekolah diterapkan SMKN 2 Padang, termasuk kepada siswi nonmuslim.
Banyak pihak menyebut ini bukan satu-satunya kasus intoleransi di sekolah. Ada pula kasus pelarangan memakai jilba di beberapa sekolah daerah lain., contohnya di Bali pada 2014.
Pemerintah kemudian menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Seragam dan Atribut di Sekolah Negeri. SKB diteken Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News