Ilustrasi pelecehan seksual. Medcom.id
Ilustrasi pelecehan seksual. Medcom.id

Kejanggalan Penegakan Hukum Kasus Revenge Porn oleh Mahasiswa di Pandeglang

Renatha Swasty • 27 Juni 2023 17:02
Jakarta: Jagat media sosial Twitter tengah diramaikan oleh pengakuan seorang guru, Iman Zanatul Haeri, yang mencari keadilan buat adiknya yang menjadi korban revenge porn oleh
mahasiswa Untirta berinisial ALW. Keluarga korban sudah mengupayakan jalur hakum namun banyak kejanggalan.
 
Iman mengungkapkan pengacara sudah berusaha keras di dalam persidangan. Keluarga korban juga berusaha melapor ke Posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kejaksaan untuk mendapatkan rekomendasi yang adil dan fair, namun ternyata Iman dimarahi karena melapor.
 
"Jika keadilan di PN Pandeglang tidak kami dapatkan, ya sudah biar kita gelar kebenaran di Twitter,” kata Iman yang juga guru Ponpes Luhur Tsaqafah yang diasuh Kiai Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis, Selasa, 27 Juni 2023.

Kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten, Rizky Arifianto, mengungkapkan kejanggalan penegakan hukum terjadi sejak awal. Setelah korban melapor, pihaknya melakukan pendampingan. Kesimpulannya, korban diduga diperkosa.
 
"Namun, dalam penyidikan lanjutan, setelah pengumpulan data, penyidik meneruskan perkara ini pada UU ITE,” ungkap Rizky yang juga dosen di salah satu kampus di Serang, Banten ini.
 
Kasus ini ditangani oleh CyberCrime Polda Banten. Namun, kuasa hukum menyayangkan kurangnya komunikasi dan tidak informatifnya pengadilan dan kejaksaan terhadap pihak korban.
 
“Tidak ada informasi perkembangan perkara bahwa persidangan sudah dimulai sejak 16 Mei 2023. Menurut kami ini sangat janggalm,” ungkap kuasa hukum lainnya, Muhamad Syarifain.
 
Pengacara korban baru mendapatkan informasi mengenai persidangan pada sidang kedua. Sehingga, kuasa hukum tidak melihat dan memiliki dakwaan.
 
Rizky mengungkapkan pihaknya sudah meminta dakwaan kepada jaksa penuntut umum, namun malah dihindari. Belakangan, pihaknya baru tahu, jaksa tidak mengharapkan keberadaan pengacara untuk mendampingi korban.
 
Kuasa hukum lainnya dari LBH Rakyat Banten, Abda Oe Bismillahi, menyayangkan pernyataan jaksa yang menghina profesi pengacara. Dia menegaskan hak-hak korban harus didampingi kuasa hukum.
 
Hal itu diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2023 tentang Advokat serta Pasal 68 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
 
"Menurut kami kejaksaan telah melakukan framing keliru jika menyatakan kepada korban agar tidak perlu didampingi pengacara,” tegas Abda Ode.
 
Rizky menegaskan proses persidangan harus menemukan kebenaran materiil. Pengadilan Negeri Pandeglang harus berorientasi pada pemulihan hak korban dan mengedepankan perlindungan korban kekerasan seksual.
 
“Ini malah sebaliknya. Proses persidangan ini gelap dan tidak transparan. Menurut kami hakim harusnya lebih aktif menilai bukti-bukti. In criminalibus probationes bedent esse luce clariores, dalam perkara pidana bukti itu harus lebih terang dari cahaya," tegas Rizky.
 
Dia mengungkapkan kejanggalan lainnya saat pemeriksaan saksi korban. Video yang menjadi alat bukti utama tidak bisa ditayangkan dengan alasan laptop tidak support.
"Bayangkan, bagaimana majelis hakim bisa menilai bukti-bukti persidangan?" ungkap Rizky.  
 
Syarifain mengatakan keanehan-keanehan dalam proses hukum sebenarnya sudah dirasakan sejak awal. Misalnya, saat kuasa hukum meminta agar nama korban tidak ditampilkan dalam website SIPP, yang terjadi justru sebaliknya.
 
“Sidang kedua, rencananya 30 Mei 2023, namun diundur menjadi 6 Juni 2023. Setelah melihat nama korban muncul dalam aplikasi, kami juga bersurat kepada pengadilan agar nama korban tidak dimunculkan. Namun yang terjadi nama terdakwa yang hilang, nama korban masih muncul. Kok seolah-olah yang dilindungi privasinya adalah terdakwa, bukan korban yang jelas-jelas dirugikan jika data pribadinya tersebar,” tegas Syarifain.
 
Keluarga korban juga sempat mengeluh mengenai kondisi persidangan. Salah satunya, persidangan tertutup padahal delik yang disidangkan ialah UU ITE di mana persidangan mestinya terbuka.
 
“Namun saat pengacara dan keluarga korban hadir di persidangan, persidangan dinyatakan tertutup tanpa alasan yang jelas,” ungkap kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten, Tigor Hutapea.
 
Setelah berdiskusi panjang, kuasa hukum dan keluarga memutuskan membuka kasus ini secara publik. Pihaknya berharap dukungan dari masyarakat luas agar memantau proses peradilan yang dianggap banyak kejanggalan.
 
Iman juga menyayangkan respons Satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di Universitas Negeri Ageng Tirtayasa yang dinilai lamban dalam menangani kasus ini. Dia sudah melapor ke Satgas PPKS Untirta sejak Januari 2023, lalu pihaknya memenuhi undangan pihak Satgas PPKS pada Februari 2023.
 
"Namun setelah itu tidak ada kabar lagi. Baru muncul malam tadi menghubungi setelah viral. WA saya tidak dibalas selama tiga bulan. Memang harus viral dulu,” ujar Iman yang juga Kabid Advokasi Guru P2G.
 
Sebelumnya, seorang perempuan berusia 23 tahun asal Pandeglang, Banten diduga diperkosa, dianiaya, diperas, dan dipaksa memberi maaf. Aksi pemerkosaan terhadap korban bahkan divideokan lantas dijadikan bahan ancaman oleh pelaku berinisial ALW.
 
Kasus revenge porn ini viral setelah kakak korban mencari keadilan ke jagat maya. Pengguna Twitter @zanatul_91 yang mengaku sebagai kakak korban menceritakan kejadian yang sudah menimpa sang adik selama bertahun-tahun.
 
Tak hanya mendapat ancaman revenge porn, korban juga diintimidasi oknum Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kejaksaan ketika melaporkan kasus ini.
 
Baca juga: Kasus Revenge Porn Pandeglang Viral di Twitter, Nasib Korban Memilukan

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan