Ilustrasi kekerasan anak. Medcom.id
Ilustrasi kekerasan anak. Medcom.id

Bullying Makin Marak di Sekolah, Psikolog Unesa Ungkap Penyebab dan Solusi

Renatha Swasty • 25 Juli 2022 14:16
Jakarta: Kasus perundungan di sekolah makin marak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang 2021 ada 17 kasus perundungan di sekolah, mulai dari sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).
 
Baru-baru ini, salah satu siswa SD di Tasikmalaya meninggal dunia diduga karena depresi lantaran jadi korban perundungan teman-temannya di sekolah. Pakar psikologi anak Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Riza Noviana Khoirunnisa mengatakan fenomena bullying seperti epidemi atau penyakit menular dengan cepat yang menimbulkan banyak korban.
 
Kasus perundungan terus meningkat setiap tahunnya. Riza menuturkan banyak faktor menyebabkan bullying. Namun, yang sering ditemukan yaitu ada ketidakseimbangan antara pelaku dan korban.

Riza menyebut ketidakseimbangan bisa berupa ukuran badan, fisik, kepandaian komunikasi, gender, hingga status sosial. Selain itu, ada penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan untuk kepentingan pelaku dengan cara mengganggu atau mengucilkan korban.
 
“Penyebab lain yang menyertai biasanya terkait lingkungan pergaulan yang salah dan pengaruh teman sebaya dan lain-lain. Karena untuk usia SD, anak ada di fase ketekunan versus rendah diri. Percaya diri vs rendah diri sering terjadi di sekolah,” ujar Riza dikutip dari laman unesa.ac.id, Senin, 25 Juli 2022.
 
Riza menyebut bullying kurang mendapat perhatian sehingga jatuh korban. Perhatian yang kurang ini bisa disebabkan karena efek bullying tidak tampak secara langsung.
 
Efek bullying juga tidak terendus karena banyak korban yang tidak melapor, entah karena takut, malu, diancam, maupun alasan yang lain. Riza menyebut bullying secara kasat mata tampak seperti guyonan biasa kepada anak-anak.
 

Namun, jangan mengira tidak menimbulkan dampak serius. Ejekan atau olokan secara verbal sangat berbahaya bagi anak.
 
“Biasanya orang tua dan guru menganggap teguran sudah cukup untuk mengakhiri candaan di sekolah. Padahal, ini sebenarnya luka psikis atau emosional yang lebih dalam serta menyakitkan dan efeknya bisa jangka panjang,” tutur dia.
 
Riza menyebut pengetahuan guru dan orang tua tentang bullying dan dampaknya terhadap anak juga minim. Padahal, pengetahuan sangat penting untuk melihat masalah di sekitar anak serius atau tidak.
 
Riza menuturkan dampak bullying bagi anak yang menjadi korban ada pada masalah kesehatan mental. Anak merasa terisolasi secara sosial, tidak memiliki teman dekat atau sahabat, dan tidak memiliki hubungan baik dengan orang tua.
 
Hal ini bisa menjadi trauma panjang. Trauma ini memengaruhi penyesuaian diri anak dengan lingkungan, terutama sekolah.
 
Beberapa penelitian menunjukkan, bullying menjadi faktor utama yang bisa memengaruhi prestasi akademik hingga putus sekolah. Sementara itu, bagi anak yang menjadi pelaku, bullying bisa membuat memiliki empati yang minim dalam interaksi sosial.
 
Biasanya, mengalami perilaku abnormal, hiperaktif, hingga prososial. Hal ini berkaitan dengan respons pelaku terhadap lingkungan sosial sekitarnya.
 

Riza menuturkan adapula anak yang jadi korban dan pelaku bullying. Dia menyebut tingkat gangguan mental anak menjadi lebih besar.
 
“Anak-anak di level ini merupakan individu yang mengalami prososial, hiperaktif. Ini menjadi lebih besar dan lebih mengkhawatirkan. Karena itu perlu perhatian dan tindakan yang tepat dari sekolah maupun orang tua,” tutur dia.
 
Riza membagikan solusi mengatasi bullying. Dia menyebut iklim sekolah harus diperhatikan.
 
Sekolah harus mempunyai program pencegahan, intervensi, maupun sosialisasi yang efektif. Dia mengatakan sinergi antara sekolah dan orang tua sangat penting dibangun dan diperkuat.
 
Riza menuturkan komunikasi aktif sekolah dan orang tua juga penting dilakukan. Orang tua perlu mengetahui detail informasi mengenai perkembangan sekolah dan anak mereka.
 
"Jika perlu sekolah punya divisi khusus yang menangani komunikasi dengan orang tua. Sekolah bisa membuka hotline yang setiap saat bisa orang tua hubungi. Bisa juga sekolah membuat website interaktif," tutur Riza.
 
Hal lain yang penting diperhatikan yaitu memperbaiki komunikasi antara orang tua dan anak di rumah. Riza menuturkan pola asuh yang baik adalah yang bisa memberikan kesempatan kepada anak mengungkapkan apa yang ada di pikiran dan hatinya.
 
Baca juga: Pentingnya Peran Guru dan Orang Tua Cegah Dampak Bullying

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan