Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy saat di Malang, Sabtu 25 Agustus 2018, Medcom.id/Daviq Umar Al Faruq.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy saat di Malang, Sabtu 25 Agustus 2018, Medcom.id/Daviq Umar Al Faruq.

Mendikbud Tanggapi Pencopotan Kepala Sekolah TK Kartika

Daviq Umar Al Faruq • 27 Agustus 2018 07:45
Malang: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy menanggapi tindakan tegas Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Probolinggo, Mochammad Maskur, atas keputusannya mencopot Kepala TK Kartika dari jabatannya sebagai kepala sekolah. 
 
"Ya saya harus menghargai apapun keputusan dari pihak Pemerintah Kota Probolinggo, karena memang itu menjadi kewenangannya. Sesuai dengan undang-undang nomor 23 tahun 2014, bahwa untuk TK, SD, dan SMP itu berada di bawah pemerintahan kabupaten, atau pemerintahan kota," kata Muhadjir di Malang, Sabtu, 25 Agustus 2018.
 
Pencopotan ini terkait dengan tampilan kontroversial siswa TK yang menggunakan cadar dengan replika senjata, saat pelaksanaan karnaval di Kota Probolinggo beberapa waktu lalu.  Dalam prosesi pencopotan tersebut, Kepala TK Kartika V-69, Hartatik, secara resmi dipindahtugaskan sebagai staf di Disdikpora Kota Probolinggo, terhitung mulai Kamis, 23 Agustus 2018 lalu.

"Waktu saya ke sana dan ditanya apakah akan ada sanksi, saya jawab ada, paling tidak berupa peringatan. Sanksi terendah itu peringatan, itu kan ada jenjangnya dan itu dilihat dari tingkat kesalahannya," bebernya.
 
Baca: Kepala Sekolah TK Kartika Probolinggo Dicopot
 
Muhadjir menjelaskan, jika kesalahan kepala sekolah itu dianggap berat, maka pemerintah daerah perlu menyusun dan membentuk dewan etik. Sedangkan apabila kesalahan dianggap ringan, cukup diselesaikan melalui dinas pendidikan setempat.
 
Menurutnya, jenis pelanggaran terbagi menjadi dua, yakni pelanggaran profesi atau pelanggaran pidana. Apabila termasuk pelanggaran profesi, maka cukup diputuskan oleh dewan etik, atau pemerintah daerah setempat, terutama inspektorat. Namun apabila pelanggaran pidana, maka harus diteruskan ke pihak kepolisian.
 
"Jadi harus ada prosedur itu. Karena guru sekarang sudah jadi profesi. Sebagai profesi, tidak otomatis guru salah langsung dilaporkan polisi. Tapi harus dilihat oleh inspektorat, dewan etik, apakah pelanggaran yang sifatnya profesi namanya malpraktek atau pelanggaran pidana," jelasnya.
 
Meski begitu, Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini menganggap kasus tersebut sudah selesai, dan menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah setempat. Bahkan dirinya juga telah memberikan bantuan ke sekolah, uang sejumlah Rp25 juta.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan