Dosen agama Islam Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Kholida Ulfi Mubaroka, menjelaskan sindrom FOMO cenderung ke arah yang tidak menentramkan hati. Selain itu berdampak pada psikis dan kecemasan seseorang.
Karena itu, kata dia, dalam agama Islam segala sesuatu yang berlebihan merenggut waktu dan situasi positif sudah harus dihindari.
"Kalau medsos kita gunakan untuk hal positif, membangun jaringan, memperbanyak ilmu dan wawasan itu dianjurkan. Namun, ketika ini sudah membuat kita fokus mengajar pengakuan, cemas jika tidak diakui dan sebagainya, itu sudah tidak ada manfaatnya," ucap Ulfi dalam program Ngabuburit Bareng Genzi oleh Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS) dikutip dari laman unesa.ac.id, Senin, 8 April 2024.
Ulfi menyebut agama tidak melarang umatnya menggunakan teknologi atau medsos. Tetapi, menuntut pemanfaatan teknologi seperti medsos bisa berdampak positif bagi penggunannya.
Dia mengatakan dasar dari agama adalah membawa rahmat bagi manusia dengan kebaikan-kebaikan yang dianjurkan. FOMO kadang dipengaruhi lingkungan pertemanan.
Karena itu, bagi anak-anak muda yang ada dalam circle pertemanan FOMO bisa perlahan-lahan diingatkan dampaknya. Usahakan mengingatkan dengan baik tanpa menghina, tanpa mencela, apalagi sampai memusuhi atau menyakiti.
Dia juga menanggapi ramainya postingan lailatulqadar. Ulfi menyebut hal itu justru bagus dan wujud dari pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan semangat kebaikan dan ibadah.
Berlomba-lomba dalam kebaikan itu dianjurkan, apalagi dalam ibadah. Bagian yang dilarang yaitu berlomba-lomba untuk flexing untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan orang lain. Sebaik-baiknya, semua perbuatan diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dosen ilmu komunikasi, Vinda Maya Setianingrum, menuturkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak ditenggelamkan perasaan FOMO. Pertama, tidak candu media sosial. Caranya, bisa dengan menerapkan 'puasa' atau membatasi penggunaan media sosial.
Kedua, berdasarkan hasil penelitian sejumlah pakar dampak negatif dari FOMO yaitu mudah lelah, cemas, hingga depresi. Ketika sudah merasakan gejala seperti itu, sebaiknya mencari solusi dengan membatasi interaksi, mengubah fokus, dan sebagainya.
Ketiga, mencari aktivitas atau kesenangan, dengan begitu fokus ke medsos yang menimbulkan FOMO dengan dampak negatifnya bisa teralihkan ke hal-hal positif. Vinda menuturkan agar berkelanjutan, tentu perlu diperkuat dengan mencari lingkungan pertemanan yang mendukung.
Keempat, mengganti orientasi FOMO menjadi Joy of missing out (JOMO). Ini merupakan perasaan enjoy dan tidak takut ketinggalan informasi yang tidak perlu baginya.
Misalnya, ketika teman-temannya berlomba-lomba membeli pakaian branded yang viral, ia tidak pusing dan justru membeli pakaian yang nyaman baginya tanpa melihat itu branded, viral atau tidak.
Kelima, selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki untuk menghindari perasaan kurang atau tertinggal dari yang lain. Perasaan menerima ini perlu ditanamkan dalam diri. Menerima di sini yaitu mendamaikan mental agar fokus ikhtiar mencapai apa yang diharapkan.
Baca juga: Kala Generasi Milenial dan Gen Z 'Kepo' akan Kehidupan Teman-temannya |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id