Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Iwan Syahril, mengapresiasi perubahan di SMA Negeri 4 Pangkalpinang.
Iwan mengungkapkan Kurikulum Merdeka merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang bertujuan menyelesaikan masalah krisis Pembelajaran. Dia menuturkan filosofi dari Merdeka Belajar berangkat dari Ki Hajar Dewantara.
"Kita perkuat dengan konteks hari ini, salah satunya pendidikan yang berpihak kepada anak. Melalui Kurikulum Merdeka kita dorong kesadaran bahwa belajar tidak mesti di dalam kelas, seperti filosofi ‘Alam Takambang jadi Guru,” kata Iwan dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 April 2024.
SMAN 4 Pangkalpinang sudah dua tahun menjalankan Kurikulum Merdeka. Kepala SMAN 4 Pangkalpinang, Siti Rofiqoh, mengungkapkan kondisi lingkungan dan pola pikir dari warga sekolah yang berada di daerah pinggiran kota berbeda dengan sekolah di tengah kota.
Murid-murid di sekolah sangat beragam latar belakang sosial-ekonomi dan lebih menonjol di bidang nonakademik dibandingkan dengan akademik. Peluang inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk membuat terobosan dengan mendorong murid lebih banyak melakukan kegiatan kreatif dan tidak memaksakan diri untuk mengejar ranah akademik.
“Setelah dilakukan asesmen awal pada kelas 10, kami melihat asesmen bakat dan minat anak-anak di sini menonjol di ranah non-akademik. Kami berpikir bagaimana memfasilitasi bakat dan minat mereka," beber Siti.
Hal itu dimulai dengan mengelompokkan peminatan mata pelajaran dan memperbanyak ekstrakurikuler sesuai kebutuhan murid agar tidak salah arah. Pihaknya juga melibatkan orang tua dalam merencanakan pendidikan dan masa depan anak sejak kelas 10.
Dia mengatakan kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka sangat sesuai dan dapat memfasilitasi SMAN 4 Pangkalpinang untuk menjadi sekolah yang mempunyai ciri dan kepribadian sendiri. Hal tersebut terlihat dari proses pembelajaran dan hasil produk P5 bertema kearifan lokal yang telah membuat peserta didik lebih menikmati pembelajaran dan menghasilkan karya tari dan batik dengan ciri khas kearifan lokal.
“Dalam salah satu P5 kami menghasilkan tari penyambutan untuk menyambut tamu-tamu khusus. Ini dimulai dari kami meminta masing-masing kelas menggarap musik dan tari penyambutan, proses dan hasil yang terbaik akan digunakan sekolah untuk menyambut tamu. Selendang batik yang kami kalungkan untuk tamu juga merupakan hasil dari P5,” beber Siti.
Siti menjelaskan proses belajar melalui P5 telah menghasilkan proses pembelajaran aktif dan melibatkan peserta didik. Selain itu, sekolah memiliki standar operasional prosedur (SOP) bagi penyambutan tamu sekolahnya dengan bercirikan kearifan lokal.
Setiap kegiatan, setiap penyelenggaraan acara, terdapat rangkaian aturan yang merupakan hasil karya dari P5. Selain itu, dukungan dari Pemerintah Daerah untuk menjadikan SMAN 4 menonjol di bidang kreativitas juga menjadi energi bagi sekolah untuk terus melakukan inovasi dalam penerapan Kurikulum Merdeka.
“Karena kita tahu yang menonjol dari murid-murid sekolah di sini adalah kreativitasnya. Melalui kegiatan P5 kami juga melakukan kolaborasi dan bergotong royong dengan pemerintahan daerah, untuk mengarahkan wilayah sekitar sekolah, yaitu Selindung, untuk menjadi kota kreatif. Karena kami tahu penerapan Kurikulum Merdeka ini tidak bisa dilakukan sendiri, sehingga kami berkolaborasi dengan banyak pihak,” kata Siti.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 4 Pangkalpinang, Eldawati, mengungkapkan banyak perubahan yang sudah terjadi di sekolah sejak diterapkannya Kurikulum Merdeka. Hal pertama yang paling menonjol adalah tidak memaksakan anak untuk dapat menguasai semua mata pelajaran.
Calon Guru Penggerak itu mengungkapkan sebelum menggunakan Kurikulum Merdeka, sekolah dituntut mendongkrak nilai akademik setiap anak tanpa terkecuali. Penerapan Kurikulum Merdeka memberikan kesadaran bahwa setiap anak itu cerdas, berbakat, dan istimewa di bidang mereka masing-masing.
"Misalnya, ada murid kami yang menjadi atlet, kami fokus pada potensi anak tersebut tapi tidak menuntut nilai akademik baik. Kini tidak ada lagi guru otoriter, memaksakan kehendak pada anak, tidak ada juga guru menghukum anak,” terang Elda.
Dia mengungkiapkan sebagian besar murid di sekolahnya datang dari latar sosial ekonomi beragam. Tantangan pertama adalah ketika ingin mengubah cara pandang murid-murid tersebut agar dapat percaya diri dengan kemampuan mereka, meskipun dengan kondisi sosial ekonomi mereka.
Elda menilai Kurikulum Merdeka telah memfasilitasi keragaman ini dengan memberikan kesadaran pada semua, bahwa semua proses di luar kelas juga adalah belajar. Selain perubahan cara pandang, kolaborasi, dan keterbukaan, Kepala sekolah juga sangat mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.
Mulai dari awal mengadopsi Kurikulum Merdeka, kepala sekolah mengundang kepala sekolah yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka sehingga para guru mendapat pemahaman yang baik. Kepala sekolah juga mendorong guru belajar ke tempat lain yang sudah melakukan praktik baik. Berbagai upaya berbuah manis karena kini sekolahnya juga menjadi sister school dengan SMA Negeri 5 Yogyakarta.
Superteam
Siti mengakui dukungan warga sekolah sempat menjadi tantangan untuk perubahan. Dia menyebut dibutuhkan dukungan penuh juga dari semua pihak untuk memberikan keleluasan bagi guru untuk menentukan visi dan misi sekolah.Dia mengungkapkan dibandingkan dengan sekolah lain, sebelum adanya sistem zonasi, SMAN 4 Pangkalpinang jauh sekali tertinggal secara akademik. Tapi, kini perubahannya sangat pesat.
"Ini karena dukungan semua guru yang ingin melakukan perubahan. Di sekolah kami tidak ada ‘Superman’, tapi ‘Superteam’, dan dengan solidaritas selalu ada jalan keluar dari setiap persoalan dengan syarat komunikasi dan koordinasi,” tutur Siti.
Iwan mengajak warga sekolah di SMAN 4 Pangkalpinang dan sekolah-sekolah lain terus bergerak melakukan inovasi melalui Kurikulum Merdeka. Menurutnya, yang dilakukan SMAN 4 Pangkalpinang sudah sangat baik dengan memanfaatkan keunikan murid dan kekhasan lingkungan di sekitar sekolah sebagai kekuatan.
Dia mencontohkan pendidikan Finlandia yang sudah banting setir pada 2016. Mereka menerapkan Phenomenon Based Learning yang merupakan model pembelajaran berdasarkan pada peristiwa nyata yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.
"Anak-anak dilatih menganalisis, berpikir kritis, menyelesaikan masalah sehingga menciptakan sumber daya manusia yang lebih didorong ke pengembangan soft skill mereka,” tegas Iwan.
Baca juga: Madrasah Diminta Kembangkan Pembalajaran Kontekstual, Manfaatkan Kurikulum Merdeka |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id