Ilustrasi pernikahan. DOK Medcom
Ilustrasi pernikahan. DOK Medcom

Apakah KDRT Menyebabkan Angka Pernikahan Menurun? Ini Kata Dosen Unair

Renatha Swasty • 26 Agustus 2024 19:10
Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pernikahan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 7,51 persen pada 2023. Hal ini diduga lantaran meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
 
KDRT dapat menimbulkan trauma mendalam pada generasi muda, khususnya Generasi Z (Gen Z). Pakar Psikologi Pemberdayaan Masyarakat Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Ike Herdiana, menyebut KDRT memang mengakibatkan trauma bagi korban, namun hubungan antara meningkatnya kasus KDRT dengan keputusan Gen Z untuk menikah  masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
 
Ike mengatakan Generasi Z dengan karakter terbuka, toleran, mandiri, dan menghargai kebebasan, menginginkan hubungan yang setara dan sehat. Pengaruh informasi instan, termasuk kasus KDRT, membuat mereka semakin selektif dalam memilih pasangan dan memutuskan menikah.

"Namun, banyak di antara mereka yang menilai pernikahan sebaiknya dilakukan ketika semua sudah siap, baik secara emosional maupun finansial,” jelas Ike dikutip dari laman unair.ac.id, Senin, 26 Agustus 2024.  
 
Ike menyebut terdapat beberapa faktor kompleks yang berperan dalam fenomena menurunnya angka pernikahan di Indonesia. Pertama, meningkatnya pemberdayaan perempuan, sebab perempuan masa kini semakin mandiri dan memiliki akses terhadap pekerjaan.
 
“Kemandirian pada perempuan menyebabkan mereka tidak bergantung secara finansial pada pria. Selain itu, faktor kemiskinan juga menjadi penghalang, sebab banyak pasangan menunda pernikahan karena kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,” tutur dia.
 
Kemudian, ketidaksiapan fisik, mental dan finansial. Ia menjelaskan generasi muda saat ini cenderung ingin mencapai stabilitas finansial dan kematangan emosional sebelum memutuskan untuk menikah.
 
“Selain itu, maraknya kasus perselingkuhan dan KDRT yang mudah diakses melalui media sosial telah mengikis kepercayaan Gen Z terhadap institusi pernikahan. Terakhir, munculnya gaya hidup bebas dan mandiri, salah satunya menormalisasi hubungan tanpa pernikahan semakin meningkatkan anggapan Gen Z untuk menunda pernikahan,” ungkap Ike.
 
Ike menekankan dalam hal penanganan korban KDRT, pentingnya intervensi psikologis profesional. Intervensi itu harus dilakukan oleh profesional, terutama jika trauma yang korban alami sangat mendalam.
 
“Korban perlu mendapatkan pendampingan untuk merasa aman, memahami bahwa mereka berada dalam hubungan yang tidak sehat, serta mengajak korban agar mengenali dan mencintai diri sendiri kembali,” ujar dia.
 
Baca juga: Meski Alami KDRT, Perempuan Kadang Enggan Meninggalkan, Ini 5 Alasannya

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan