Makanan tradisional Ampo. DOK Unair
Makanan tradisional Ampo. DOK Unair

Pakar Gizi UGM Ungkap Keamanan Makan Ampo

Renatha Swasty • 22 Agustus 2025 14:03
Jakarta: Daerah-daerah di Indonesia memiliki berbagai macam makanan tradisional, salah satunya Ampo dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Makanan yang terbuat dari tanah liat yang dipotong tipis-tipis ini dipercaya dapat mengurangi rasa pahit pada bahan makanan serta untuk mengobati berbagai macam penyakit, seperti menyerap racun dan menyehatkan pencernaan.
 
Ampo resmi ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda atau intangible cultural heritage oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI pada 2024. Namun, apakah ampo benar-benar aman dikonsumsi terlepas dari statusnya sebagai warisan budaya takbenda? 
 
Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Raharjo, mengungkapkan ampo yang sebagian besar komponennya berasal dari silika dan alumina sebetulnya tidak mudah larut di air dan tidak dapat diserap oleh tubuh. Sehingga, tidak memiliki nilai gizi. 

“Sesuatu yang memberikan nilai manfaat di sini adalah sesuatu yang memang harus bisa dicerna. Dicerna berarti harus bisa larut,” kara Sri dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 22 Agustus 2025. 
 
Sementara itu, perihal keamanannya tergantung dengan sumber dari mana tanah tersebut berasal. Apabila tanah yang diambil sebagai bahan berasal dari selatan gunung berapi masih berada di area pegunungan, maka tanah yang mengandung mineral tersebut masih relatif bersih. 
 
Baca juga: Pelestarian Budaya Sunda dalam Sajian Kuliner yang Menggugah Selera 

Namun, perlu diwaspadai ketika sudah sampai di daerah dekat ladang atau pemukiman dan digunakan untuk berbagai keperluan seperti pemupukan. Kemungkinan tanah tersebut sudah terkontaminasi dan tercemar zat-zat lain seperti pestisida dan logam berat seperti timbal. 
 
“Kalau itu di daerah-daerah yang sudah terpapar dengan banyak cemaran tadi, maka upaya untuk memanfaatkannya perlu betul-betul memperhatikan hal cemaran itu tadi,” jelas Sri. 
 
Sri menuturkan kandungan silika dan alumina dalam ampo sebagai adsorben memungkinkan padatan ini menyerap dan mengikat zat-zat lainnya. Namun, bila dikonsumsi dalam jumlah besar dan frekuensi sering memungkinkan potensi timbulnya iritasi pada pencernaan. 
 
“Karena adanya gesekan oleh partikel pada benda padat yang tidak larut tersebut pada usus manusia. Terlebih, pada lansia dan orang-orang yang memiliki kondisi rentan,” ujar dia. 
 
Sri berpesan untuk tetap mempertahankan ampo sebagai warisan budaya tak benda dalam masyarakat agar tetap memperhatikan segi kesehatan dan keamanannya. Dia juga menyarankan untuk memperhatikan siapa, berapa, dan kapan waktu mengonsumsi ampo tersebut. 
 
Menurutnya, jika dikaitkan dalam budaya, ampo dihadirkan pada waktu dan kondisi tertentu. “Kondisi ini bisa dikaitkan dengan kondisi tubuh orang yang mengonsumsinya, yang saya maksud apakah ada kondisi sehat atau sakit tertentu,” ujar dia. 
 
Selain itu, faktor usia sangat memengaruhi karena balita dan manula sangat berisiko. “Kalau ada kondisi, sedikit saja dalam pencernaannya pasti akan ada respons, maka dikonsumsinya oleh orang-orang dewasa yang memiliki imun yang tinggi dan dengan jumlah yang terbatas,” pesan Sri. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan