Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Diktiristek) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam mengungkapkan reviewer mesti menjalani proses seleksi. Mereka juga mesti menandatangani pakta integritas.
"Setiap rekrutmen reviewer dilakukan proses seleksi, pelatihan, hingga penandatanganan pakta integritas. Juga selalu dilakukan meta evaluasi atas kinerja reviewer," kata Nizam kepada Medcom.id, Kamis, 5 Mei 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Nizam menyebut seleksi ketat diperlukan agar proses review berjalan baik. Khususnya tetap objektif, profesional, dan penuh Integritas.
Dia menuturkan seseorang yang lolos seleksi menjadi reviewer juga punya tugas berat. Mereka tak cuma menyeleksi calon penerima beasiswa.
"Tugas reviewer tidak mudah, harus selalu objektif, profesional, penuh Integritas, tidak boleh ada konflik kepentingan, menghargai keragaman, dan menjaga kerahasiaan," kata Nizam.
Pewawancara beasiswa LPDP terdiri atas akademisi, praktisi, profesional, dan psikolog. Mereka semua diseleksi berdasarkan pendaftaran ke LPDP.
Tiap tahun, LPDP membuka pendaftaran untuk reviewer LPDP bagi dosen perguruan tinggi negeri maupun swasta yang memenuhi kriteria. Sejumlah kriteria untuk pewawancara, yakni:
- Memiliki ijazah gelar Doktor dan/atau yang setara bagi calon pewawancara akademis
- Memiliki ijazah gelar Magister Psikologi dan sudah berprofesi psikolog bagi calon pewawancara psikolog Memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik
- Melampirkan surat rekomendasi sekurang-kurangnya dari dekan
- Mengisi Daftar Riwayat Hidup
Dalam postingannya, Budi mengungkapkan mewawancarai mahasiswa yang akan berangkat ke luar negeri. Dia memuji kemampuan akademis maupun soft skills kandidat. Namun, pada bagian akhir, dia memberi stigma bersifat SARA.
"Jadi, 12 mahasiswa yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open minded. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa barat, dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi," tulis Budi.
Tulisan itu menuai banyak komentar. Budi dianggap menghakimi suatu golongan.
Baca: Rektor ITK Rasis, Kemendikbudristek Ingatkan Akademisi Mesti Bangun Kebinekaan