Penasaran dengan ceritanya? Yuk, simak informasinya! Informasi berdasarkan akun Instagram @kamivokasi dan laman slbncicendo.sch.id.
Sejarah SLBN Cicendo
SLBN Cicendo ini awalnya adalah Perkumpulan Penyelenggaraan Pengajaran kepada anak-anak Tuli Bisu di Indonesia yang didirikan pada 3 Januari 1930 atas inisiatif Ny. CM Roelfsema Wesselink istri Dokter H.L Roelfsema, seorang ahli THT di Indonesia. Waktu itu di kediaman Roelfsema di Jln. Riau No. 20 Bandung didirikan sekolah dan asrama yang pertama dan hanya memiliki 6 siswa.Kemudian pindah ke Oude Hosfitalweg No. 27 Bandung, tidak lama kemudian didatangkan 2 (dua) orang guru ahli dari Nederland yaitu Tuan DW. Bloemink dan Nona E. Gudberg, yang kemudian Tuan DW. Bloemink diangkat menjadi Derektur, berkat kebijakan Tn. KAR Bosscha beliau menyerahkan uang sebesar ƒ 50.000 kepada Dewan Kota Praja Bandung pada waktu itu.
Maka pendirian gedung sekolah dan asrama di atas sebidang tanah di desa cicendo, distrik Bandung, Kabupaten Bandung. Karisidenan Priangan di bangun dengan peletakan Batu Pertama oleh Hoogedelgeboren Vrouwe A.C de Jonge, Gebaran Baronesse Van Wassenoar, istri dari Gouverneur Generaal Van Nederland disch Indie, Zijne Excellentie Mr. D.C. de Jonge.”
Baru pada 18 Desember 1933 gedung sekolah dan asrama selesai dan di buka secara resmi, dengan jumlah murid 26 orang di antaranya 6 orang tinggal di luar asrama. Pada tahun 1942 – 1945 gedung sekolah dan asrama dipergunakan oleh tentara Jepang (selama peperangan jepang) dan setelah peperangan Jepang berakhir lembaga pendidikan sekolah dan asrama dipergunakan untuk klinik bersalin.
Kemudian pada 1 Juni 1949 gedung sekolah dan asrama dikembalikan kepada perkumpulan, sehingga sekolah dan asrama bisa diselenggarakan sebagaimana mestinya dan kemudian Kementrian pendidikan dan pengajaran mendatangkan guru ahli dari Nederrland yaitu Jivan Dooran dan disusul oleh Tn. Van Derbeek pada tahun 1949 Tn Jivan Doorn diangkat menjadi Derektur Lembaga LPATB ( Lembaga Pendidikan Anak Tuli Bisu) tahun 1950.
Kemudian diteruskan oleh Yn. Vander Beek pada bulan Oktober 1951. Pada September 1952 lembaga ini diresmikan sebagai Sekolah Rakyat Latihan Luar Biasa.
Baca juga: Berbahan Bambu, Batik Umpluk Karya SLB Negeri Pembina Yogyakarta Kantongi Paten |
Tidak lama kemudian pada tahun 1954 Departemen Pendidikan menetapkan lembaga pendidikan untuk para penyandang cacat di Indonesia dinamakan Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB B Cicendo Bandung berstatus swasta, yaitu kepunyaan P3ATR yang juga ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi sekolah latihan SGPLB ( Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa).
Setelah Tn. Van Der Beek pulang ke negeri Belanda, yang menjadi kepala sekolah adalah Bapak Saleh Bratawidjaya BA. Pada tahun 1956 beliau pensiun kemudian dijabat oleh Bapak RA.
Suwandi Tirtaatmadja dari tahun 1977 sampai dengan tahun 1986 dan kepengurusan P3ATR diketuai oleh Gubernur Jenderal Belanda ( pada jaman Belanda) setelah perkumpulan diserahkan kepada Republik Indonesia yang menjadi ketua / Derektur P3ATR dipegang oleh Gubernur Jawa Barat yaitu Bapak R. Moch. Sanusi Harja Dinata.
Lalu seterusnya secara tradisi yang menjadi ketua / Derektur P3ATR langsung dipegang oleh Gubernur, akan tetapi pada waktu Gubernur Jawa Barat, Solihin GP, tradisi ini berubah karena pada waktu itu Solihin GP tidak bersedia menjadi ketua / Derektur.
Hasil Penelitian Relawan VHO Berkebangsaan Belanda yaitu Frend menyimpulkan, pelayanan pembelajaran di SLB – B YP3ATR Cicendo Bandung. Tidak bisa digabungkan antara Penyandang Tuna Rungu murni dengan Tuna Rungu Plus (Tuna Rungu Plus gangguan lain).
Maka pada 1996 SLB – B YP3ATR dijadikan 2 sekolah SLB, yaitu SLB – B I YP3ATR yang melayani pendidikan Tuna Rungu Murni dan SLB-B II YP3ATR melayani pendidikan Tuna Rungu Plus gangguan lain.
Dengan perubahan zaman dan dengan beberapa kali lembaga ini ada perubahan nama, mulai dari SLB P3ATB ( Perkumpulan Penyelenggaraan Pengajaran Anak Tuli Bisu ) berubah menjadi LPATB ( Lembaga Pendidikan Anak Tuli Bisu ) kemudian berubah menjadi P3ATR (Penyelenggaraan Pendidikan dan Pengajaran Anak Tuna Rungu) dan berubah lagi menjadi YP3ATR ( Yayasan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pengajaran Anak Tuna Rungu)
Dengan memperhatikan dan melihat Sejarah SLB – B Cicendo yang sangat bersejarah dan mempertahankan cita-cita luhur para pendiri SLB – B Cicendo Bandung, maka keluarga Sekolah yang terdiri dari Kepala Sekolah, Guru dan Komite Sekolah serta orang tua murid dan tokoh masyarakat di Kota Bandung memandang perlu SLB-B Cicendo Bandung harus dipertahankan keberadaannya.
Kemudian ditingkatkan layanan pendidikannya, dengan cara SLB – B I dan II YP3ATR / P3ATR dinegerikan (Dikelola oleh Pemerintah) maka dengan perjuangan yang panjang dan kebersamaan yang tinggi SLB – B I dan II YP3ATR / P3ATR Cicendo Bandung atas dasar pengkajian dari berbagai pihak yang berkompeten dan Rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat, dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Terhitung Mulai Tanggal 2 Januari 2009 SLB B I dan B.II YP3ATR / P3ATR Beralih Status menjadi SLB Negeri Cicendo Kota Bandung dan telah diresmikan pada 26 Februari 2009 oleh Gubernur Jawa Barat.
SLBN Cicendo sekaligus menjadi saksi perjalanan panjang pendidikan bagi tunarungu di Indonesia. Awalnya, sekolah ini didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda di Jalan Cicendo, Bandung. Bangunan megahnya dengan arsitektur khas art deco kini dilindungi sebagai cagar budaya.
Selama lebih dari 90 tahun, SLBN Cicendo terus berkembang. Sekolah ini tidak hanya fokus pada pendidikan akademik, tetapi juga menyediakan pelatihan keterampilan vokasional seperti desain grafis, tata boga, tata kecantikan, hingga pembuatan suvenir.
Untuk mendukung pembelajaran modern, SLBN Cicendo juga berinovasi melalui program Cicendo Edutainment yang menawarkan ruang kreatif, termasuk studio podcast, guna meningkatkan pengalaman belajar para siswa.
Itulah kisah SLBN Cicendo, sekolah tunarungu tertua di Indonesia yang terus beradaptasi dan berinovasi. Dengan sejarah panjang dan kontribusi nyata, SLBN Cicendo menjadi inspirasi dalam menciptakan pendidikan inklusif yang memberdayakan. (Nanda Sabrina Khumairoh )
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News