Department Chair of Policy, Organization, & Leadership School of Education Drexel University, Amerika Serikat, Rajashi Gosh memaparkan permasalahan 'dualisme modern' yang disematkan kepada perempuan di India. Ia mengatakan, Simbol Dewi Durga dengan banyak tangan menggambarkan ekspektasi yang disematkan kepada perempuan India.
"Mereka harus bisa multitasking melakukan semuanya di dua ranah, yaitu ranah profesional dan domestik. Wanita harus sempurna, baik sebagai wanita karier di tempat kerja, maupun sebagai ibu, istri, dan anak yang baik di rumah," kata Rajashi mengutip siaran pers UI, Rabu, 22 Desember 2021.
Ia menilai ekspektasi tersebut tidak masuk akal dan memberatkan perempuan. Menurutnya, ekspektasi tersebut juga menyebabkan banyak wanita mengalami burn out dan memilih melepaskan statusnya sebagai wanita karier.
Wakil Rektor UI Bidang Riset dan Inovasi Nurtami menitikberatkan soal menyeimbangkan kehidupan perempuan, antara ranah profesional dan domestik. Wakil rektor termuda di UI ini mengatakan, membagi waktu, tenaga, dan pikiran sudah menjadi kemampuan tersendiri yang didapatkannya karena tuntutan pekerjaan dan pengalaman hidup.
Baca: Kemendikbudristek: 135 Ormas Resmi Bergabung di Program Organisasi Penggerak
Sebagai pemimpin, kata dia, seorang wanita harus melihat sisi kewanitaannya sebagai suatu nilai tambah, bukan kelemahan. Sifat empatik, kasih sayang, dan pengertian yang menjadi ciri khas perempuan justru harus ditonjolkan.
"Sehingga kepemimpinan kita berbasis aunthenticity, orisinalitas terhadap hakikat perempuan itu sendiri," ujar Nurtami.
Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Risantianti menambahkan, organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang berisikan para wanita dapat menjadi jalur penghubung antara dunia kesehatan dengan masyarakat. Masyarakat akan lebih terbuka tentang masalah kesehatannya bila memanfaatkan pendekatan komunitas melalui PKK.
"Para wanita di PKK juga dapat menjadi wadah penyalur edukasi kesehatan bagi para warga masyarakat di tingkat kelurahan, Rukun Tetangga (RT), dan Rukun Warga (RW)," ujar Risantianti.
Wanita, dengan segala nilai empati dan kasih sayangnya dapat menjadi guru yang baik bagi warga masyarakat, karena mereka akan lebih merasa 'dekat', dibandingkan mendapatkan penyuluhan kesehatan dari para ahli kesehatan yang biasanya justru menggunakan bahasa yang tidak mudah dimengerti masyarakat awam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News