Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Konsep Kurikulum Baru Disebut Mirip Kurikulum Cambridge

Ilham Pratama Putra • 24 Desember 2021 13:47
Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghapus sekat jurusan IPA, IPS dan Bahasa pada perminatan siswa SMA kelas 11 dan 12. Hal ini menjadi bagian dari penerapan kurikulum prototipe 2022.
 
Penghapusan sekat jurusan itu dinilai akan membuka ruang kepada anak untuk mempelajari berbagai bidang secara luas. Anak bisa menentukan pembelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya.
 
Salah satu orang tua siswa, Iim Fahima Jachja, menyatakan, jika model kurikulum itu sangat mirip dengan kurikulum yang diterapkan Universitas Cambridge, Inggris. Dia mengetahui itu sebab anaknya disekolahkan dengan metode home schooling international yang menerapkan kurikulum Cambridge.

"Sebetulnya (kurikulum prototipe) itu mirip dengan kurikulum Cambridge yang anak saya ikuti, memang utamanya fokus pada minat dan bakat anak," kata Iim dalam Selamat Pagi Indonesia Metro TV, Kamis 23 Desember 2021.
 
Young Global Leaders of World Econimic Forum ini berharap pengembangan kurikulum prototipe di Indonesia bisa dijalankan dengan baik. Menurutnya, jika ingin diterapkan secara nasional, maka ada banyak hal yang harus diperhatikan.
 
"Karena ini masih uji coba kita ingin melihat arahnya seperti apa, keberlanjutannya seperti apa, lalu kualitas guru yang disiapkan seperti apa," tuturnya.
 
Baca: Orang Tua Dukung Penghapusan Jurusan IPA, IPS dan Bahasa di SMA
 
Iim paling khawatir guru di Indonesia belum bisa mengadopsi model kurikulum tersebut. Sebab, jika mengacu pada kurikulum Cambridge, guru yang tersedia harus bisa mengarahkan anak hingga meraih cita-cita yang dia inginkan.
 
"Saya contohkan anak saya ini mau ambil sastra Prancis nantinya waktu kuliah. Maka sekolah sekarang harus bisa mencarikan guru sastra Prancis yang bisa mengantar dia ke sekolah yang dia tuju. Apakah nanti kurikulum baru ini akan sedetail ini eksekusinya?," ucapnya.
 
Kemudian kurikulum baru kata dia harus mengedepankan minat anak. Bahkan pembelajaran yang bersifat akademis mestinya bisa lebih dipangkas.
 
Menurutnya, kurikulum yang ada saat ini terlalu menguras waktu anak untuk belajar secara akademik hingga delapan jam. Hal itu justru menutup kesempatan anak untuk mendalami apa yang dia suja.
 
"Misal anak saya sekarang dia satu semester, satu bulan untuk akademis, lima bulannya dia mengembangkan apa yang dia suka. Entah itu dia main piano atau karena di suka coding, maka ada guru yang bisa memastikan dia bisa belajar itu. Kan kalau coding untuk anak saya yang kelas tiga SD di sekolah biasa belum ada," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan