"Bantuannya (kategori gajah) itu sebesar Rp20 miliar. Bahkan ada Organisasi Penggerak dalam bentuk paguyuban, forum," kata Kasiyarno di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Rabu, 22 Juli 2020.
Kasiyarno menjelaskan, ada 183 proposal dari 156 ormas yang mengajukan sebagai Organisasi Penggerak mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Keseluruhnya, kata dia, dinyatakan lolos setelah melalui verifikasi.
"Setelah itu kami konfirmasi dengan daerah, buktinya ada laporan yang mengatakan kalau dilihat dari nama ormas, ada beberapa yang memang enggak kompeten," ujarnya.
Menurut dia, ormas yang diduga tak layak menjadi Organisasi Penggerak itu tak memiliki kantor hingga jumlah staff yang jelas. Muhammadiyah juga melihat beberapa ormas yang lolos pun tidak punya program yang jelas.
"Terus mereka laporan keuangan juga tidak jelas malah dapat bantuan kategori Gajah di mana bantuannya itu sebesar Rp20 miliar," ungkapnya.
Baca: Muhammadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak, Ini Alasannya
Atas dasar itu, Muhammadiyah mempertanyakan apakah POP ini tepat untuk meningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Sebab, proses seleksinya tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel.
"Kita juga lihat ada program mereka yang namanya Peran Guru Penggerak dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Apa itu? Yang seperti itu bakal dikejakan tiga tahun? Apa layak seperti itu? Kondisi seperti itu kita mempertanyakan, apakah proses verifikasi ini transparan," lanjut Kasiyarno.
PP Muhammadiyah kemudian memutuskan mengundurkan diri dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud. Dia khawatir program ini tidak berjalan dengan baik, dan bisa merusak citra Muhammadiyah yang kredibel dalam dunia pendidikan.
"Muhammadiyah khawatir, POP dikerjakan oleh kelompok yang tidak kompeten. Tanpa kita di POP, kami sudah tentu membantu pendidikan dan tidak membebani biaya pemerintah," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News