Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengaku sulit mengintervensi kebijakan ITB. Sebab, pihaknya tak memiliki aturan terkait kerja paruh waktu di kampus.
"Tidak ada. Kemendikbudristek tidak pernah ada kebijakan terkait mengatur pendayagunaan mahasiswa. Sehingga tidak ada peraturan," kata Sesdirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Tjitjik Sri Tjahjandarie, kepada Medcom.id, Jumat, 27 September 2024.
Sehingga, kampus dapat merancang skema kerja paruh waktu secara mandiri. Ketika ditanya terkait panduan ataupun imbauan ke kampus agar skema kerja waktu berkeadilan, transparan, dan tidak merugikan mahasiswa, ia tidak memberikan jawaban.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB), Naomi Haswanto menyebut manfaat penerima beasiswa adalah mendapatkan keringanan UKT. Sehingga, mahasiswa tak mendapat upah dari pekerjaan yang dilakukan.
"Iya (mahasiswa tidak diupah, melainkan mendapatkan potongan UKT)," kata Naomi kepada Medcom.id, Kamis 26 September 2024.
Namun, terkait berapa besaran potongan ataupun skema penentuan besaran potongan, Naomi tak menjawab. Bentuk kerja paruh waktu yang ditawarkan beragam.
Pertama menjadi asisten mata kuliah atau pratikum. Kedua, penugasan administratif di fakultas atau sekolah atau prodi atau laboratorium atau unit kerja di bawah Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (WRAM).
Ketiga, membantu bimbingan kemahasiswaan dan atau bimbingan akademik. Seperti memberikan tutorial bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan akademik, membantu bimbingan kegiatan kemahasiswaan atau lomba, dan lain-lain.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi X DPR Soal Kerja Paruh Waktu di ITB: Harus Diupah! |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News