Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu mengatakan, ada dugaan maladministrasi sehingga sampai terjadi kasus kerja paksa mahasiswa Indonesia yang jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan orang tersebut. Maladministrasi berpeluang terjadi dalam perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara pemerintan Indonesia dan Taiwan.
"Indikasi Maladministrasi bisa saja muncul, karena mestinya dalam G to G (Government to Government) yang biasanya dilanjutkan dengan MoU tertentu itu harusnya dipastikan pengiriman mahasiswa ke Taiwan ini clear. Tapi kalau sampai begini, sepertinya perjanjian itu masih abu-abu," terang Ninik saat dihubungi Medcom.id, di Jakarta, Rabu, 2 Januari 2019.
Ninik menegaskan, Ombudsman akan mendalami potensi maladministrasi yang terjadi. Dalam waktu dekat, kata Ninik, Ombudsman akan menggelar rapat pleno untuk membahas kasus tersebut.
"Mudah-mudahan dalam rapat pleno nanti akan dipanggil pihak-pihak terkait," terang dia.
Baca: Ratusan Mahasiswa Indonesia jadi Korban Kerja Paksa di Taiwan
Ninik menegaskan, apapun keperluan warga Indonesia di luar negeri, Ombudsman ingin memastikan bahwa proses migrasinya berjalan dengan aman. "Harus aman, jangan sampai modus bekerja melalui jalur pendidikan seperti ini muncul, ternyata mahasiswa kita di sana dieksploitasi. Ini bisa berpotensi human traficking," ungkap Ninik.
Ninik berharap, pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) segera melakukan konsolidasi dengan pihak pemerintah Taiwan, untuk memperjelas duduk perkara kasus tersebut. "Masukan untuk Kemenristekdikti, harusnya sebelum memutuskan membuat MoU agar dipastikan kepada pihak-pihak di Taiwan apakah benar-benar bersedia memberikan rasa aman. Selain MoU G to G biasanya ada turunan perjanjian kerja samanya, itu saya kira yang akan kami lihat, apakah sudah dilakukan sesuai aturan atau belum," ujar Ninik.
Berawal dari tawaran skema beasiswa melalui program New Southbound Policy, yakni kebijakan pemerintah Taiwan untuk kerja sama dan pertukaran pelajar dengan sejumlah negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Muncul kesan, pelajar tersebut dijebak oleh oknum pelaksana program tersebut, karena dengan iming-iming dapat kesempatan kuliah dan magang di Taiwan, yang terjadi justru sebagian dari mereka dipekerjakan di pabrik-pabrik melebihi ketentuan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News