Ilustrasi PPDB. MI/Andri Wijayanto
Ilustrasi PPDB. MI/Andri Wijayanto

Pakar Unair Sebut Sistem Zonasi PPDB Masih Banyak Kurangnya Tapi Tak Perlu Disetop

Ilham Pratama Putra • 20 Desember 2024 16:38
Jakarta: Pakar sosiologi pendidikan Universitas Airlangga (Unair), Tuti Budirahayu, menilai sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih banyak kekurangan. Meski begitu, pemerintah tak mesti menghentikan sistem zonasi.
 
Tuti menuturkan persoalan mendasar dari sistem zonasi berakar pada ketimpangan kualitas dan distribusi sekolah di Indonesia. “Selama ini, kualitas sekolah seringkali ditentukan oleh kemampuan dan harapan kelompok masyarakat,” ujar Tuti dikutip dari laman unair.ac.id, Jumat, 20 Desember 2024.
 
Tuti menjelaskan secara sosiologis, sekolah berkualitas cenderung tumbuh di lingkungan masyarakat strata menengah-atas yang memiliki sumber daya lebih besar. Sebaliknya, masyarakat menengah-bawah sering kali harus menerima sekolah minim fasilitas, baik dalam hal sarana-prasarana maupun mutu tenaga pengajar.

Ketimpangan itu telah membentuk dikotomi tajam. Anak-anak dari sekolah dengan fasilitas seadanya tidak dituntut mencapai prestasi akademik tinggi, sementara sekolah unggulan menjadi eksklusif bagi kelompok tertentu.
 
Implementasi zonasi justru menjadi tantangan besar karena memaksa semua pihak menghadapi kenyataan ketimpangan ini secara langsung. Meski zonasi bertujuan mulia, yaitu pemerataan akses pendidikan, pelaksanaannya sering memunculkan polemik.
 
Tuti menekankan kembali ke sistem rayonisasi akan menghilangkan semangat pemerataan pendidikan. “Jika kita kembali ke rayonisasi, kita mundur dalam upaya memberikan akses pendidikan yang adil dan merata,” jelas dia.
 
Baca juga: KPAI: Sistem Zonasi dalam PPDB Harus Berbasis Hak Anak

Dia mengakui sistem zonasi memerlukan penyempurnaan. Salah satu solusi yang ia usulkan adalah peningkatan kualitas sekolah di seluruh wilayah.
 
“Negara harus berpihak pada peningkatan kualitas sekolah dan guru,” tegas dia.
 
Tuti menekankan alih-alih menghentikan sistem zonasi, pemerintah perlu memperkuat kebijakan ini dengan fokus pada pemerataan kualitas sekolah. Salah satu langkah strategis adalah revitalisasi sekolah inklusi.
 
“Sekolah inklusi tidak hanya menyatukan siswa dari latar belakang sosial-ekonomi beragam, tetapi juga memberikan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu,” jelas dia.
 
Tuti menyebut di sekolah inklusi, siswa dari berbagai karakteristik termasuk anak-anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama dalam lingkungan yang sama, tetapi dengan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan. Prinsip ini sejalan dengan konsep pendidikan untuk semua (education for all) yang digagas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
 
Dia juga menekankan perlunya pemantauan dan evaluasi berkala terhadap sistem zonasi. Evaluasi ini bertujuan memastikan kebijakan tersebut berjalan efektif dan memberikan dampak positif terhadap pemerataan pendidikan.
 
“Zonasi bukanlah sekadar pembagian wilayah, tetapi langkah menuju pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh siswa. Untuk mencapainya, perlu ada keberpihakan nyata dari negara terhadap upaya pemerataan akses pendidikan,” tegas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan