"Harus kita akui bahwa ada hal-hal yang keliru dan perlu kita perbaiki. Salah satunya termasuk dari para kurator yang menyampaikan surat kepada kami, memprotes mengenai buku panduan itu, memberi masukan, memberi kritik terhadap buku panduan itu," kata Nino, sapaan karib Anindito Aditomo, di Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.
Kesalahan-kesalahan itu di antaranya, ada sastrawan yang masih hidup tapi tertulis sudah meninggal. Selain itu, ada pula kekeliruan terkait cara buku panduan melakukan review, komentar, hingga disclaimer.
"Jadi tone-nya mungkin terlalu negatif dan tadi tanpa konteks gitu ya, hanya memotong bagian-bagian tertentu yang sensitif sehingga seolah-olah buku itu mempromosikan bullying, mempromosikan kekerasan seksual padahal sebaliknya," kata dia.
Malah, kata dia, yang tampak seolah bernada negatif justru memberikan pesan baik. Terdapat upaya untuk mengkritik, mencegah hal negatif tersebut terjadi di masyarakat.
"Jadi, raising awareness, bukan sebaliknya. Kalau hanya lihat potongan-potongan itu seolah-olah ini konten apa, kok direkomendasikan. Kalau dibaca secara utuh, sebenarnya justru sebaliknya, tidak demikian," tutur Nino.
Baca juga: Tanggapi Kritik, Kemendikbudristek: Buku Sastra Perlu Dibaca dalam Konteks Karya Utuh |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News