Nuhfil mengatakan, untuk mengantisipasi paham radikal masuk ke kampus UB, ia bakal menyaring ketat penerimaan mahasiswa baru. Buku-buku yang menjadi pegangan mahasiswa juga akan dipantau ketat.
Pasalnya, kata Nuhfil, bukan tidak mungkin organisasi radikal ini menyasar mahasiswa baru. Di mana secara pemikiran masih sangat awam dan rawan disusupi ajaran radikal.
“Itu mahasiswa baru yang rawan dicegat, difasilitasi segala macamnya. Tapi ada juga organisasi Halaqah, yang bawa mahasiswa baru, carikan kost (indekos) macam-macam. Itu buku (sumber literasi) juga jadi sangat penting disaring,” ungkap Nuhfil dalam Diskusi Bertema "Strategi Kebangsaan Mengatasi Radikalisme di Universitas" di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin 11 Juni 2018.
Ia menegaskan dari hasil interogasi ke beberapa organisasi ekstra mahasiswa, tidak ditemukan paham radikal. "Pertama kali saya mendengar UB ada di nomor 7, saya tanya ada enggak adik-adik HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang terpapar. Saya jamin tidak ada di kalangan HMI, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). GMNI (Gerakan Nasional Mahasiswa Nasional Indonesia) juga enggak ada, dijamin tidak ada," kata Nuhfil.
Ia justru meminta organsisasi ekstra kampus diperbolehkan kembali masuk ke lingkungan kampus. Supaya mereka bisa menangkal radikalisme yang ada di dalam lingkungan kampus.
“Insya Allah tidak ada yang sifatnya radikal. Masjid-masjid Insya Allah tidak ada. Memang dulu ada HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), tapi sekarang sementara minggir dulu,” ujarnya.
Baca: Bersihkan Terorisme, BNPT Akan Masuk Kampus
BNPT beberapa waktu lalu menyebutkan, sebanyak tujuh kampus ternama yakni Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Insitut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) terpapar radikalisme.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News