Sulit napas itu membawa Alan dalam kegelisahan. Aisyah yakin betul anaknya tak pernah lagi tidur nyenyak belakangan.
"Dada aku sakit bunda," isak Alan kepada bundanya hampir setiap malam.
Hidup tak lagi sama. Asap bagaikan hama. Dan tidak ada lagi udara layak yang tersisa di Jakarta.
Ya, gejala sesak napas yang dialami Alan dipicu oleh buruknya kualitas udara yang mengepung Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) lebih dari satu bulan terakhir. Aisyah tahu betul inilah yang membuat anaknya menderita.
"Sudah dari akhir Juli ya, Alan itu sudah batuk. Dan memang dia kan anaknya aktif, kegiatannya banyak, sekolah begitu ya di tengah yang kita tahu udara Jakarta memang lagi jelek banget," ujar Aisyah kepada Medcom.id, Rabu, 30 Agustus 2023.
Dokter, kata Aisyah, berkata demikian. Udara buruk dan kemarau berkepanjangan memicu sakit Alan saat ini.
Celakanya, sakit Alan tak kunjung berhenti meski telah mendapat obat dari klinik. Bahkan kian parah.
"Sudah satu minggu itu malah dia demam tinggi sampai 37,6 derajat celcius. Terus batuk flunya enggak hilang-hilang. Akhirnya kita bawa lagi ke klinik," tutur Aisyah.
Setelah obat habis, kondisi Alan tak juga bisa dikatakan membaik. Memang demam menghilang, namun batuk terus berlanjut.
Beberapa hari kemudian, Aisyah ingat betul, waktu itu tanggal 18 Agustus 2023, Alan yang sudah pulang sekolah dan bermain sore hari, tiba-tiba mengeluh kedinginan.
Ternyata sore itu demamnya mencapai 37,9 derajat celcius. Setelah diberi makan malam dan minum, jelang tidur, panas tubuh Alan malah melonjak ke angka 38,4 derajat celcius.
Aisyah panik. Terlebih jelang tengah malam, panas tubuh Alan sudah mencapai 39,4 derajat celcius. Mau tak mau Alan segera digotong ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kramat Jati, Jakarta Timur pukul 01.00 dini hari.
Malam itu, Alan menerima paracetamol lewat duburnya. Cara itu dipercaya ampuh menurunkan demam anak seketika. Namun sayang, hal itu tak berlaku pada Alan. Pagi harinya, panas Alan hanya turun menjadi 38 derajat celcius.
"Sampai hari Minggu, 20 Agustus 2023, Alan masih batuk, demam. Batuk itu makin kuat. Aku ingat kalau masih seperti ini kondisinya, Senin harus cek darah," terang Aisyah.
Kebingungan melanda Aisyah kala itu. Ia merasa hak hidup anaknya yang masih tujuh itu direnggut polusi kota. Penyakit tak mau pergi, polusi pun sama.
Kondisi Alan kian mengkhawatirkan. Senin sore, 21 Agustus 2023 ada drama darah Alan tidak bisa diambil karena tak mau keluar dari jarum suntik. Dehidrasi katanya. Beruntung setelah ditunggu 12 jam, akhirnya darah bisa diambil untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Hasil laboratoriumnyaya ada infeksi bakteri. Tapi belum tahu dari mana. Cuma memang batuknya itu udah makin kenceng. Dan kita cuma dikasih antibiotik sama klinik," sebut Aisyah.
Hari itu, Alan masih diminta pulang oleh klinik. Tapi tiba-tiba saat malam, dari jam 22.00 sampai pukul 02.00 dini hari, Alan tak bisa tidur. Alan terus meraung kesakitan.
"Katanya kalau tidur miring ke kanan dadanya sakit, kalau tidur lurus nyeri. Pokoknya udah bingunglah. Dada kanannya, tapi dia kasih tahunya tulang sakitnya," tutur Aisyah.
Mau tak mau, untuk kesekian kalinya Aisyah mengantar anaknya balik ke klinik. Jawab klinik masih sama-perlu antibiotik.
Baca juga: Naik 31%, 41 Ribu Balita di DKI Terkena ISPA Gara-gara Polusi Udara |
Aisyah menolak. Lantaran dosis paracetamol akan ditingkatkan dengan antibiotik yang lebih tinggi. Khawatir konsumsi obat berlebihan dari klinik, sekonyong ia meninggalkan klinik tersebut dan membawa Alan ke Rumah Sakit swasta.
Di sana, kata dia, Alan dicek menyeluruh. Dan barulah ketahuan penyakitnya ketika dokter meminta Alan menarik dan menghembuskan napas.
Alan didiagnonsa mengalami infeksi paru-paru di dada kanannya. Obat-obat kembali diberikan. Namun, dunia Aisyah telah runtuh.
"Aku nangis, anak kecil seperti ini ada masalah di paru-parunya," kata Aisyah dengan nada terbata menahan tangis.
Hak Alan akan udara bersih, hak Alan untuk sehat saat itu seolah tercerabut. Dan yang paling jerih, hak anaknya atas pendidikan seolah memudar.
Betapa tidak, sudah 10 hari terakhir, Alan tak bisa datang ke sekolah, mengingat penyakit dalam rongga dadanya. Sudah tentu, paru-parunya tak lagi sanggup bertarung dengan udara Jakarta.
"Jelas hak pendidikannya enggak penuh ya, karena udah 10 hari di rumah, banyak pelajaran ketinggalan. Ini ganggu banget buat perkembangannya," tutur Aisyah.
Kini, Alan yang tengah duduk di kelas 1 SD di Jakarta Timur itu mesti mendekam di rumah. Untuk Alan, dan sejumlah anak yang sakit, sekolah memberikan fasilitas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Ya sementara ini PJJ. Karena banyak anak yang sakit akhirnya orang tua di sekolah komunikasi biar anak bisa PJJ dulu. Tapi kan kita tahu PJJ ini hak pendidikan anak enggak maksimal," imbuh Aisyah.
Memantau laman iqair.com, selama satu bulan terakhir Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta Timur, tempat Alan tinggal berada di angka 126 sampai 152. Atau dalam tingkat polusi tidak sehat bagi kelompok sensitif hingga kategori tidak sehat.
Bahkan dalam laman tersebut juga dimuat polusi udara diperkirakan telah menyebabkan 8.700 orang mati di Jakarta pada 2023. Kondisi ini tentu berbahaya bagi anak-anak seperti halnya Alan.
Pada kondisi seperti ini, guna tetap memberikan hak anak atas pendidikan, PJJ adalah solusi jangka pendek yang tepat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan anak tetap berada di rumah hingga kualitas udara kembali normal.
"Hak kesehatan anak penting diupayakan sejak dini, sebagaimana cita-cita Undang Undang Kesehatan yang baru agar anak anak memiliki modal kesehatan yang tinggi sejak dalam kandungan," kata Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, kepada Medcom.id, Senin, 26 Agustus 2023.
PJJ dapat diandalkan terlebih satuan pendidikan telah memiliki pengalaman menjalankannya saat masa pandemi covid-19. Setidaknya hal ini menjadi cara agar pendidikan sekaligus kesehatan anak dapat dijaga sementara waktu.
"Sehingga lebih baik mencegah daripada mengobati," ujar dia.
Sekolah, kata dia, bisa mengatur PJJ dengan baik. Sembari hal ini juga menjadi momentum edukasi terhadap anak untuk bisa aktif dalam pengurangan dampak polusi dan cuaca ekstrem.
"Sehingga masing masing sekolah punya peran mengurangi dampak bencana, ikut aktif menyelamatkan anak-anak dan lingkungan. Sehingga manusia juga ramah terhadap lingkungan dan kelestariannya, untuk mewarisi masa depan yang lebih baik, lingkungan yang lebih ramah untuk anak anak kita," jelas Jasra.
Perhatian Unicef
Pemenuhan hak udara tak lepas dari perhatian terhadap lingkungan hidup yang paripurna. Hal itu menjadi kendaraan terhadap pemenuhan hak pendidikan anak.Organisasi Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Children’s Fund (Unicef) menyoroti pendidikan sebagai hak anak. Terlebih, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tegas menyatakan setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan.
Kepala Perwakilan Unicef untuk wilayah Jawa-Bali, Tubagus Arie Rukmantara, menyayangkan hak pendidikan anak terganggu. Terlebih, hak atas udara bersih menjadi pangkal persoalan.
"Pendidikan adalah alat dan kendaraan bagi anak untuk mengembangkan dan mencapai potensi penuh dari seorang anak yang memungkinkan anak untuk berkontribusi secara maksimal di masyarakat. Anak yang mendapatkan pendidikan baik akan mampu menjadi dewasa yang produktif, dan akan memecah dan memutuskan rantai kemiskinan," kata Arie kepada Medcom.id, Rabu, 30 Agustus 2023.

Kepala Perwakilan Unicef untuk wilayah Jawa-Bali, Tubagus Arie Rukmantara. Dok: Istimewa
Ia tak ingin persoalan hari ini menjadi hantu bagi dunia pendidikan anak. Arie khawatir persoalan lingkungan hari ini berdampak sama pada era covid-19.
Covid-19 membuat anak kehilangan kesempatan dan kemampuan belajar atau learning loss. Guna menghindari hal itu, kolaborasi serius antara pemerintah hingga organisasi masyarakat seperti masa covid-19, perlu dilanjutkan agar anak terus mendapatkan hak kesehatan dan pendidikan.
"Pemerintah Indonesia dan Unicef ingin memastikan tidak anak yang tidak sekolah. Jadi saat ini kami bersama pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, bahkan pemerintahan desa, perguruan tinggi, dan berbagai lembaga swadaya masyarakat sedang berupaya mengembangkan sistem untuk Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS), mulai dari sistem untuk mengidentifikasi ATS dan mengembalikan mereka ke kegiatan belajar mengajar, baik di pendidikan formal maupun pendidikan non formal," tutur dia.
Solusi pemerintah
Dinas Pendidikan (Disdik) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan kebijakan sehubungan dengan buruknya kualitas udara. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Waspada Peningkatan Pencemaran Udara di Wilayah DKI Jakarta Bagi Seluruh Warga Satuan Pendidikan, yang diteken Plt Kepala Disdik DKI Jakarta Purwosusilo.Setidaknya, ada tujuh poin yang diimbau Disdik DKI. Mulai menjalankan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker di luar ruangan, mengurangi aktivitas di luar ruangan dan lain sebagainya. Selain itu, warga pendidikan di DKI Jakarta juga diminta menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) hingga gerakan penanaman pohon di satuan pendidikan.
Koordinasi kepala satuan pendidikan dengan Puskesmas juga perlu ditingkatkan untuk memantau kesehatan warga satuan pendidikan. Bahkan secara khusus meningkatkan koordinasi bila ditemukan gejala sakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di antara orang tua, guru, hingga peserta didik.
SE Disdik DKI Jakarta yang terbit 25 Agustus 2023 itu tak begitu jauh dari imbauan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan pada 28 Agustus 2023. Imbauan masih berkutat pada pengurangan aktivitas luar ruangan, memantau kualitas udara, hingga penerapan PHBS.
Baca juga: Jokowi Wajibkan Halaman Gedung Perkantoran Ditanami Pohon Demi Atasi Polusi Udara |
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu, menyampaikan hasil data surveilans enam bulan terakhir memang menkhawatirkan. Dalam enam bulan terakhir terjadi peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang dilaporkan di puskesmas maupun di rumah sakit Jabodetabek.
"Di mana untuk wilayah DKI Jakarta mencapai 100 ribu kasus per bulan. Kemenkes juga melakukan pemantauan secara real time kasus ISPA yang terjadi di puskesmas Jabodetabek dan juga kasus pneumonia yang terjadi di rumah sakit. Kita juga inventarisir rumah sakit yang bisa lakukan penanganan pneumonia khususnya di Jabodetabek," sebut Maxi dalam konferensi pers di Jakarta, 28 Agustus 2023.
Sementara itu, Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Pernapasan dan Dampak Polusi Udara, Agus Dwi Susanto, menyebut berdasarkan survei dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Tahun 2022, meningkatnya polusi udara berkontribusi terhadap peningkatan kasus ISPA dan pneumonia di wilayah DKI. Hal ini telah terjadi dalam 10 tahun terakhir.
Selain itu, sebut Agus, hasil survei Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), 2019, menyebutkan penyakit pernapasan termasuk 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Polusi udara merupakan faktor risiko kematian kelima tertinggi di Indonesia setelah hipertensi, gula darah, merokok dan obesitas.
"Berbagai riset yang ada menyebut infeksi sekunder, terhadap penyakit respirasi biasanya lebih tidak baik daripada infeksi yang pertama, oleh karena itu cegah jangan sampai terjadi terutama pada empat kelompok risiko tinggi sehingga kalau aktivitas di luar ruangan pakai masker," jelas Agus.
Solusi belum konkret
Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menilai langkah yang dibuat pemerintah belum konkret. Baginya menghadapi polusi guna terpenuhinya hak udara sehat dan hak pendidikan anak tak bisa sebatas PHBS."Setiap anak dan semua orang tentu saja berhak untuk menghirup udara bersih dan sehat. Kami kira PHBS dan imbauan kepada kepala satuan pendidikan dalam SE Nomor 49 Tahun 2023 itu tidak cukup," ujar Iman kepada Medcom.id, Rabu, 30 Agustus 2023.
Iman tak menampik pengawasan dari dinas pendidikan DKI Jakarta juga penting. Misal, PHBS harus diawasi oleh dinas. Tapi perlu langkah seperti penyiapan PJJ yang lebih baik agar anak aman dari ancaman polusi ketika di rumah dan proses belajar mengajar juga dapat berjalan dengan nyaman.
"Ini yang perlu diperhatikan serius. Skema PJJ yang lebih komprehensif, PJJ yang lebih baik dari masa covid-19. Kan sudah ada pengalaman, jadi ini bisa diharapkan dengan kualitas PJJ yang lebih baik. Ini solusi yang tampaknya harus segera," tutur dia.
Mengenai penanaman pohon dalam SE tersebut, menurut Iman, hal itu bermanfaat dalam jangka panjang. Namun, dalam jangka pendek, solusi menanam pohon bukan kebijakan responsif.
"Inti masalah polusi itu sendiri harus diselesaikan oleh pemda dan kementerian terkait dalam pemerintahan pusat. Polusi udara harus terus ditekan, apa pun caranya, karena udara yang buruk adalah menabung bencana. Terutama anak-anak kita," ujar Iman.
Apa yang disampaikan Iman, senada dengan Aisyah. Orang tua yang kini kelu melihat anaknya menanggung infeksi pada paru akibat polusi di Jakarta.
Aisyah berharap ada solusi konkret dari pemerintah. Agar udara bersih bisa kembali, lingkungan asri, dan pendidikan bisa dinikmati sebagai hak setiap anak di negeri ini.
"Anak kita ini sudah kita jaga dengan nyawa kita. Seperti ini tidak sanggup rasanya. Jadi memang PJJ bisa jadi solusi saat ini, tapi dipikirkan juga bagaimana solusi biar udaranya bisa bersih lagi," harap Aisyah.
Baca juga: Polusi Udara Buruk, Pakar Unair Sebut Perlu Dibuat Aturan Ketat Emisi Polutan Industri dan Kendaraan |
Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News