"Agar kita tahu yang membuat berat kurikulum ini aspek penilaian kepada siswa atau materi pembelajarannya yang padat," kata Satriwan kepada Medcom.id, Senin 6 April 2020.
Menurutnya, hal pertama yang harus dilihat dari kurikulum ini adalah penerapan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Sebab kebijakan standar inilah yang kerap membuat siswa tidak naik kelas.
"Kami sudah lama mengkritisi KKM untuk ditiadakan. Sebenernya, kenapa siswa enggak naik kelas ya karena KKM. Semua anak diupayakan untuk seragam kemampuannya, sementara kemampuan anak berbeda-beda," terang Satriwan.
Baca juga: Temuan PISA, 16 Persen Siswa di Indonesia Tinggal Kelas
Menurutnya, sangat lucu jika Kemendikbud hanya melihat tingginya angka tidak naik kelas siswa. Tanpa memperhatikan kebijakan yang salah dalam proses belajar siswa.
"Kalau cuma mempertanyakan itu, ini kan arahnya saya melihat sebagai alasan untuk mengganti kurikulum saja nanti tujuannya. Padahal cukup dievaluasi sistemnya, seperti KKM tadi," lanjut Satriwan.
Dia tak ingin jika nantinya secara mendadak Kemendikbud tiba-tiba mengganti kurikulum. Ataupun mengurangi mata pelajaran.
"Sebab hal-hal seperti mengganti kurikulum harus melalui kajian yang panjang. Soalnya nanti jika harus merancang ulang tentu akan menimbulkan pro dan kontra. Kami tidak alergi dengan pergantian, kami terima saja, tapi harus ada evaluasi kelebihan kekurangannya," ungkapnya.
Dia berharap berbagai evaluasi ini, bisa dilakukan dengan segera. Dengan melibatkan empat komponen masyarakat. "Harus ada kajian mendalam yang melibatkan pakar, guru, psikolog dan orang tua," tutup Satriwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News