Gandi mengatakan, penghapusan jurusan di SMA yang sebelumnya diterapkan di era Mendikbud, Nadiem Makarim menimbulkan kebingungan pada siswa dalam memilih pelajaran. Salah satu masalah utama yang dihadapi siswa adalah kebingungan dalam memilih mata pelajaran yang sesuai dengan bakat, minat, dan potensi mereka.
"Minimnya asesmen bakat minat potensi dan karier yang komprehensif dari sekolah menjadi faktor penyebab utama. Banyak siswa merasa tidak mendapatkan bimbingan karier yang memadai untuk membantu mereka menentukan pilihan terbaik," kata Gandi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu, 13 April 2025.
Kesulitan tidak hanya dialami siswa, namun juga sekolah dalam menyediakan sumber daya pengajaran. Keterbatasan jumlah guru serta jadwal pelajaran yang padat membuat sulit bagi sekolah untuk memenuhi semua kombinasi mata pelajaran.
"Selain itu, ketersediaan sarana prasarana penunjang untuk setiap mata pelajaran juga menjadi kendala signifikan," terangnya
Rendahnya Tingkat Pemahaman Materi
Penghapusan penjurusan di SMA pada era Nadiem juga berdampak pada tingkat kedalaman pemahaman siswa terhadap materi ajar yang rendah. Ini akibat harus mengambil mata pelajaran dari berbagai bidang tanpa adanya integrasi jelas dalam satu rumpun jurusan."Hal ini berpotensi mengurangi kualitas pendidikan secara keseluruhan," terangnya
Belum lagi diperparah oleh ketimpangan antarsekolah. Sekolah-sekolah unggulan atau maju lebih mampu menyelenggarakan sistem pendidikan ini dengan baik dibandingkan dengan sekolah-sekolah di daerah terpencil atau kurang berkembang.
Akibatnya, kesenjangan pendidikan semakin melebar antara daerah maju dan tertinggal. Kesulitan lain muncul saat siswa ingin melanjutkan ke perguruan tinggi (PT).
Ketidakcocokan antara mata pelajaran yang diambil selama SMA dengan jurusan PT menjadi masalah serius bagi banyak siswa saat mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) maupun jalur lainnya. Dengan adanya peminatan mata pelajaran ala Kurikulum Merdeka, setiap sekolah menawarkan kombinasi berbeda dari mata pelajaran tersebut.
"Hal ini menyulitkan proses mutasi siswa ke sekolah lain karena perbedaan pilihan mapel dapat mengakibatkan ketidakcocokan kurikulum," jelasnya.
Pemilihan minat pada mapel pendukung SNBP juga menimbulkan masalah baru. yakni terdapat sejumlah siswa berprestasi namun tidak memiliki mapel pendukung saat mengikuti SNBP karena kebijakan baru tersebut. Untuk itu, Gandi menegaskan pentingnya evaluasi mendalam terhadap implementasi pengembalian jurusan ini agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi seluruh pihak terkait:
"Kita perlu memastikan bahwa setiap langkah kebijakan pendidikan benar-benar memperhatikan kebutuhan nyata para siswa serta kesiapan institusi pendidikan," terang alumnus Doktor bidang Education Leadership and Management dari Southwest University China ini.
Baca juga: Kemendikdasmen 'Hidupkan' Kembali Penjurusan SMA, Ini Kata Praktisi Pendidikan |
Sebagai pengurus pusat GP Ansor dan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Gandi berharap agar pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh guna menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas bagi semua lapisan masyarakat Indonesia. "Polemik mengenai pengembalian jurusan IPA, IPS, dan Bahasa masih akan terus bergulir seiring upaya mencari solusi terbaik demi masa depan generasi penerus bangsa," ujarnya.
Sebelumnya, Mendikdasmen, Abdul Mu'ti membocorkan bahwa penjurusan SMA akan kembali diterapkan pada tahun ajaran baru 2025/2026. Kebijakan ini diambil, setelah pada periode sebelumnya penjurusan SMA ini justru dihapus oleh Nadiem Makarim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News