Mulai tahun ini, siswa SMA mesti memilih jurusan mereka antara IPA, IPS, dan Bahasa. Mu'ti menilai penghapusan jurusan tidak lagi relevan dengan keberlanjutan jenjang pendidikan. Pemilihan jurusan ini akan segera diformalkan dalam waktu dekat melalui peraturan menteri.
Aturan itu akan menggugurkan aturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
"Ini bocoran, jurusan akan kita hidupkan lagi, nanti akan ada jurusan IPA, IPS, dan Bahasa," kata Mu'ti di Jakarta Jumat 11 April 2025.
Baca juga: Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa Dihapus, Ini Langkah Studi yang Perlu Dipersiapkan Siswa |
Dengan begitu, siswa yang memilih mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti Ujian Nasional akan wajib mengikuti tes Bahasa Indonesia dan Matematika. Selain itu, murid yang memilih jurusan IPA dan IPS akan dipersilakan untuk memilih satu mata pelajaran dalam rumpun ilmu jurusan mereka untuk diujikan dalam TKA.
Misalnya, murid jurusan IPA bisa memilih ujian pada mata pelajaran Biologi, Fisika, atau Kimia. Begitu pula dengan murid jurusan IPS akan memilih tes mata pelajaran Ekonomi, Geografi, Sejarah, atau Sosiologi.
Baca juga: Pejuang UTBK SNBT 2025 Merapat, Ini 10 Jurus Jitu Taklukkan Tes Literasi Bahasa Indonesia! |
"Sehingga dengan cara seperti itu, maka kemampuan akademik seseorang akan menjadi landasan ketika akan melanjutkan ke perguruan tinggi ke jurusan tertentu itu bisa dilihat dari nilai kemampuan akademiknya," ucapnya.
Masukan para Rektor
Mu'ti mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir dirinya mendapatkan masukan dari Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI). Perguruan Tinggi menilai banyak mahasiswa baru yang diterima di program studi tertentu, namun tidak sesuai dengan kemampuan akademiknya selama di SMA."Ada mahasiswa yang dia itu IPS tetapi diterima di fakultas kedokteran. Wah itu bisa jadi jebluk dia selama kuliah. Diterima sih diterima, tetapi begitu kuliah akan jadi kesulitan tersendiri karena dasarnya tidak berbasis mata pelajaran yang selama ini dipakai dalam asesmen nasional yang diperlakukan pada masa mas Nadiem itu," ujar Mu'ti.
Di samping itu, ia menegaskan perubahan kebijakan yang belum lama diterapkan ini bukan karena masalah personal dengan Nadiem. Ini diputuskan karena kebutuhan keberlanjutan di setiap jenjang pendidikan yang berpengaruh pada masa depan murid.
"Jadi bukan persoalan yang dulu keliru atau tidak, kepentingannya adalah memberikan kepastian dan landasan bagi para pengambil kebijakan berdasarkan tes kemampuan akademik," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News