Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie mengatakan, tindakan yang dilakukan provider tersebut seolah ingin meraup keuntungan dari program subsidi kuota dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pancingan berupa hadiah mobil berpotensi membuat sekolah tergiru, sehingga warga satuan pendidikan akhirnya menggunakan jasa dari provider tersebut.
"Sudah ada surat atau edaran brosur dari dua operator telekomunikasi yang memberikan insentif. Kata yang digunakan adalah apresiasi kepada kepala sekolah untuk pembelian kartu perdana yang terdaftar di Dapodik yang diaktivasi," kata Alvin dalam Webinar Mengawal Anggaran Kuota Rp 9 Triliun, Senin, 7 September 2020.
Meski tidak ingin menyebut merek dua provider tersebut secara gamblang, pihaknya tetap bakal menyoroti apa yang menjadi kepentingan operator seluler dalam program subsidi kuota sebesar Rp7,2 triliun tersebut. Pihaknya melihat arah dari hadiah mobil ini membuat uang negara bakal mengalir ke provider lewat peserta didik yang menggunakan layanan dari provider tersebut.
"Jadi kami bertanya, yang beli subsidi pemerintah atau operator? Ini persetujuan bersama atau satu arah?" Ungkap Alvin.
Baca juga: Subsidi Kuota Kemendikbud Tak Efektif di 12.548 Desa
Apalagi, saat ini provider menawarkan kuota yang murah kepada pemerintah dengan tarif beli subisidi yakni Rp1 rupiah per satu megabite. Menurut Alvin, hal ini menjadi peluang terjadinya gratifikasi dalam subsidi, terlebih ditambah embel-embel hadiah mobil.
"Kami khawatir kalau tidak diselesaikan bisa merupakan gratifikasi dan bisa mempengaruhi tekanan dari kepala sekolah kepada siswanya untuk menggunakan jasa operator tertentu meskipun tidak cocok bagi siswa tersebut," jelasnya.
Menurutnya, pihak provider tak perlu melakukan hal tersebut. Sebagai pemberi layanan publik, provider seharusnya fokus saja memaksimalkan layanan yang disediakan.
"Dan perlu ada sanksi kepada operator yang tidak memenuhi kewajiban menyediakan akses internet sesuai kecepatan, penghitungan kuota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kita perlu meyakinkan semua operator memahami peraturan pelaksanakan dan bersedia mematuhi itu untuk kelancaran pembelajaran daring saat ini," tegasnya.
Secara terpisah beredar sejumlah foto yang berisi proposal salah satu provider untuk diajukan ke sekolah. Program ini menjanjikan kompensasi satu unit mobil oprasional (non BBM) yang akan diserahkan pada pihak sekolah atau kampus saat H-7 setelah aktivasi kartu perdana dilakukan.
Masih dari isi proposal yang sama, perjanjian disebut akan berlangsung untuk jangka waktu satu tahun (12 bulan), sehingga pihak sekolah atau kampus tidak dapat melakukan pembatalan program di tengah perjanjian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News