Taryono memaparkan pemuliaan tanaman merupakan sebuah usaha yang mendasarkan diri pada ilmu pengetahuan. Tetapi, selama ini kegiatan pemuliaan tanaman masih dianggap sebagai kegiatan tidak efisien karena memerlukan banyak waktu, tenaga, dan biaya.
Oleh karena itu, sudah banyak usaha untuk mengubah kegiatan pemuliaan tanaman menjadi lebih efisien dengan memanfaatkan inovasi teknologi.
Dia menuturkan meksi terbilang tidak efisien, usaha peneliti melakukan pemuliaan tanaman dituntut bisa menghasilkan varietas unggul ramah perubahan iklim dalam waktu cepat dan murah. Sehingga, pemulia harus cerdas memanfaatkan semua inovasi teknologi yang berkembang baik di bidang biologi maupun bidang lainnya.
Taryono mengungkapkan pengalaman dia dan tim dalam pengembangan varietas padi baru Gamagora 7 tahapan paling banyak menyita waktu, tenaga, dan biaya pada
tahap penapisan.
“Karena itu, pengembangan teknologi harus lebih banyak diarahkan untuk mempercepat proses dihasilkannya varietas yang membantu proses penapisan melalui teknologi rekayasa genetika, maupun teknologi in vitro,” ujar dia dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 19 Juli 2024.
Taryono menyebut melalui usaha pemuliaan cepat dan siklus pemuliaan yang lebih pendek, dapat menjadi pendekatan paling sederhana dan efektif untuk mengembangkan varietas baru. Hal itu didukung dengan inovasi teknologi yang dapat mempercepat dihasilkannya varietas unggul dibedakan menjadi teknologi non molekuler dan molekuler.
Tidak kalah penting, sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian sangatlah mendukung kegiatan pemuliaan tanaman. Sebab, dengan adanya sumber daya genetik tanaman yang terdiri dari kerabat liar, varietas petani (landrace), varietas lokal maupun varietas unggul, mau tidak mau harus dilestarikan.
Baik di lingkungan aslinya maupun dipindahkan ke tempat lain, baik dalam bank gen biji maupun lapangan tergantung sifat bahan perbanyakannya.
Taryono menuturkan UGM telah lama mengelola bank gen baik biji maupun lapangan. Bank gen biji menyimpan benih ortodok tanaman pangan dan hortikultura, seperti padi, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang panjang, kecipir, dan labu.
Usaha pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman terus dilakukan oleh UGM dalam mendukung program kemandirian pangan. Sebab, keberadaannya di alam terdesak oleh pembangunan pertanian, pertambahan penduduk dan perubahan iklim.
“Upaya pengembangan bahan genetik dilakukan sebagai sumber ketahanan terhadap cekaman biologi dan lingkungan serta perbaikan mutu, pencarian jantan mandul untuk pengembangan varietas hibrida dan pengembangan varietas baru dengan memindahkan sifat yang diinginkan dari beragam sumber daya genetik ke varietas unggul,” tutur dia.
Taryono mengatakan terkait persoalan pangan nasional, sebaiknya perlu dilakukan desentralisasi di daerah. Hal itu agar sistem pangan di daerah menjadi kuat karena mendasarkan diri pada pangan lokal.
Selama ini, dalam pelestarian sumber daya genetik tanaman, pemerintah daerah didukung dengan keberadaan Komisi Daerah Plasma Nutfah (Komda Plasma Nutfah). Namun, kata dia, keberadaan Komda Plasma Nutfah tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan.
Ia mengusulkan Komda Plasma Nutfah diaktifkan kembali dengan kegiatan tidak hanya pelestarian. Tetapi juga pemanfaatan sumber daya genetik tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman menggunakan pendekatan partisipatif.
“Pemuliaan partisipatif merupakan pendekatan yang sangat disarankan untuk menjawab kemandirian pangan di masa yang akan datang dengan banyaknya tantangan yang harus dihadapi,” tutur dia.
Rektor Universitas Gadjah Mada, Ova Emilia, mengatakan Taryono merupakan satu dari 452 Guru Besar aktif di UGM. Di tingkat Fakultas, Taryono merupakan salah satu dari 26 Guru Besar aktif serta menjadi salah satu dari 73 Guru Besar yang pernah dimiliki Fakultas Pertanian.
Baca juga: Padi Varietas Unggul Gamagora 7 Bikinan UGM Dilepas ke Publik |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News