Monumen bersejarah ini dibuat untuk mengenang perjuangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama rakyat di tanggal bersejarah tersebut.
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 ini kemudian dijadikan salah satu landmark dan cagar budaya Kota Yogyakarta sebagai bangunan yang mengingatkan tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah pada masa lalu.
Lantas, seperti apa sebenarnya sejarah Serangan Umum 1 Maret tersebut? Kenapa sampai di Yogyakarta dibuatkan monumennya? Berikut Medcom.id telah merangkum informasinya.
Baca juga: Sejarah dan Tradisi Imlek, Warna Merah hingga Makna Tahun Naga Kayu |
Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949
Dilansir dari laman Kemdikbud, Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan sebuah respons atas Agresi Militer Belanda ke-II yang menjadikan Yogyakarta sebagai sasaran utamanya. Saat itu, Yogyakarta merupakan ibu kota Indonesia setelah kondisi di Jakarta tidak aman pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia.Situasi Yogyakarta sebagai ibu kota negara juga sangat tidak kondusif. Keadaan tersebut diperparah propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada. Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengirimkan surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan.
Jenderal Sudirman pun menyetujuinya dan meminta Sri Sultan HB IX untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III.
Setelah perencanaan yang matang, tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran dilakukan serentak di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, serangan ini dimulai dengan fokus serangan adalah Ibukota Republik Yogyakarta.
Baca juga: Ini 7 Pertempuran Bersejarah Rakyat Melawan Belanda |
Peristiwa 6 Jam di Yogyakarta
Pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine dibunyikan, serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan.
Kemudian, TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama enam jam. Tepat pukul 12.00 WIB, sebagaimana yang telah ditentukan semula, seluruh pasukkan TNI mundur. Suksesnya Serangan Umum 1 Maret ini membuktikan eksistensi tentara Indonesia meskipun hanya mampu menguasai Yogyakarta selama enam jam.
Perebutan kembali Ibu Kota Yogyakarta ini diberitakan seluruh radio dan disiarkan ke seluruh dunia. Selama enam jam tersebut, menunjukkan bahwa keberadaan tentara Indonesia yang masih ada. Oleh karena itu juga terdapat sebutan enam jam di Yogyakarta.
Situasi ini kemudian membawa dampak yang sangat besar bagi pihak Indonesia yang sedang bersidang di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Serangan ini sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News