Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri menilai, biaya seragam yang beragam di sekolah sudah seharusnya masuk dalam skema pembiayaan BOS dari pusat atau BOS Daerah. Maka aturan BOS/BOS Daerah mesti diperluas untuk seragam sekolah.
Juga bisa dengan skema lain yang dikembangkan oleb Pemda, seperti KJP Plus bagi siswa dari ekonomi tidak mampu di Jakarta. Agar anak dari keluarga tidak mampu betul-betul mendapatkan afirmasi dan perlakuan yang adil dari negara.
Praktik jual beli seragam dan atribut sekolah lain selalu terjadi karena tingginya "demand" dari orang tua. Pihak sekolah melihat ada peluang bisnis sehingga "demand and supply" terjadi.
Padahal praktik jual beli seragam di sekolah dilarang berdasarkan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, khususnya pasal 13, yang berbunyi:
"Dalam pengadaan pakaian seragam Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan/atau memberikan pembebanan kepada orang tua atau wali Peserta Didik untuk membeli pakaian seragam Sekolah baru pada setiap kenaikan kelas dan/atau penerimaan Peserta Didik baru."
Menurut Iman, komite sekolah sebagai wadah orang tua siswa, baik individu atau kolektif juga dilarang jual beli seragam di sekolah menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, di pasal 12 berbunyi:
"Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang: (a) menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah; (b) melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya".
"Artinya baik guru atau orang tua dilarang melakukan praktik bisnis jual beli tersebut," ucap Dewan Pakar P2G, Anggi Afriansyah.
?P2G menemukan di masyarakat bahwa jenis seragam sekolah memang sangat beragam. Dalam observasi P2G di lapangan, para siswa minimal memiliki 5 jenis seragam sekolah yang berbeda, yakni:
- Seragam Putih Abu-abu (SMA/SMK) dan warna lain sesuai jenjang SD dan SMP
- Seragam olahraga
- Seragam Pramuka
- Seragam Jumat bagi yang muslim
- Seragam khas daerah atau sekolah seperti batik.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur menonaktifkan Plt Kepala SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung, Norhadin. Hal tersebut dilakukan lantaran Norhadin melanggar SOP (Standart Operasional Prosedur), terkait mahalnya seragam sekolah yang di pimpinnya.
Baca juga: P2G: Seragam Sekolah yang Mahal Tidak Meningkatkan Mutu Pendidikan |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News