“AI dapat meningkatkan pengetahuan, mengetahui cara kerja otak manusia yang dapat dipilah melalui komponen AI. Misalnya proses kognisi dan kerja memori,” papar Berry dalam Talkshow Ruang Publik KBR dengan topik ‘Platform Kecerdasan Buatan, Peluang atau Ancaman bagi Dunia Pendidikan’ dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Maret 2023.
Selain itu, AI dapat dimanfaatkan untuk mencari pengobatan berbagai penyakit saraf, seperti depresi, kecemasan, dan alzheimer. Hal itu dengan menganalisa aktivitas otak dan mencari pola yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
Berry mengatakan sebenarnya AI dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan fisik manusia. Namun, penggunaan AI tentu tak luput dari hal negatif.
Penggunaan AI dapat menimbulkan ketergantungan bahkan membuat berita palsu atau misinformasi. Dia menuturkan perkembangan otak anak-anak yang sudah terekspos dengan teknologi kognisi akan lebih maju.
Kemampuan kognitif lebih tinggi, waktu reaktif kemampuan visual spasial tinggi, serta kemampuan memecahkan masalah lebih tinggi. Stimulasi sejak dini oleh teknologi akan membuat jaringan otak lebih berkembang.
“Kemampuan komunikasi digital akan lebih tinggi. Namun komunikasi sosial secara langsung akan menurun bila tidak dilatih. Kemampuan atensi juga lebih rendah,” kata dia.
Berry menyebut anak-anak dapat diajak bermain di alam bebas, seperti memancing, merenung, membaca buku sambil mengobrol tanpa gadget untuk mengurangi dampak negatifnya. Cara ini dapat mengimbangi dampak negatif sekaligus meningkatkan kemampuan sosial anak.
“Ditambah dengan manajemen waktu yang baik dan membatasi diri untuk tidak menggunakan gadget di waktu-waktu tertentu,” ujar dia.
Berry mengatakan kelebihan individu yang sudah sering terekspos AI akan membuat anak lebih mampu memecahkan masalah yang kompleks. Selain itu, kemampuan membuat keputusan lebih tinggi dengan prediksi dan informasi bantuan dari AI.
Literasi digital juga tinggi karena dapat menggunakan AI secara efektif. “Peluang kerja juga lebih tinggi karena kini industri sudah mulai mengadopsi AI dalam proses bisnisnya. Sehingga membutuhkan sumber daya manusia dengan literasi teknologi tinggi,” ujar dosen IPB University dari Departemen Biologi FMIPA ini.
Dia menjelaskan individu yang terekspos AI juga memiliki kepercayaan kuat terhadap teknologi. Teknologi selalu diandalkan dalam pemecahan masalah.
Di samping itu, akan lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan teknologi di masa depan. Sedangkan, di dunia pendidikan waktu yang tepat untuk memperkenalkan AI kepada siswa dan mahasiswa tergantung dari tujuannya.
Berry menyebut apabila ingin mendorong anak menjadi ahli di bidang AI, sejak dini, aktivitas anak dikaitkan dengan konsep logika, data analisis, dan prediksi melalui permainan. Kemampuan ini ditingkatkan mulai sekolah menengah hingga kuliah melalui pengetahuan pembuatan algoritma aplikasi berbasis AI.
Namun, tantangan bagi peserta didik dan tenaga pendidik akibat hadirnya AI khususnya ChatGPT juga beragam. Penggunaan AI memiliki potensi pendidikan yang berkaitan dengan empati dan interaksi sosial.
Tenaga pendidik harus lebih kreatif menyusun aktivitas dan tugas yang berkaitan dengan teknologi AI dan interaksi sosial. “Dengan pemberian tugas berbasis kegiatan sosial, penggunaan chatGPT akan sangat minim. Penggunaan ChatGPT dapat digunakan untuk menguji dan mengajak siswa agar mau membaca dan mengulang materi tanpa disadari,” tutur dia.
Baca juga: Guru Besar IPB Ingatkan ChatGPT Mesti Digunakan Bertanggung Jawab Agar Bermanfaat |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News