Ilustrasi sekolah. MI/Susanto.
Ilustrasi sekolah. MI/Susanto.

Hardiknas 2023, Guru Besar Unesa Soroti Transformasi PAUD ke SD

Renatha Swasty • 03 Mei 2023 14:29
Jakarta: Guru besar PGSD Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Suryanti, mendukung penghapusan tes calistung dalam PPDB SD. Dia mengatakan tes calistung sebagai persyaratan masuk SD menjadi penghalang bagi anak yang seharusnya mendapat hak belajar sembilan tahun.
 
“Memang tidak perlu seleksi, yang penting anak itu punya kesiapan belajar, cukup umur, jadi sudah dirasa punya kematangan mental, kemandirian, itu sudah cukup,” ujar Suryanti dikutip dari laman unesa.ac.id, Rabu, 3 Mei 2023.
 
Dia menyebut keharusan menguasai calistung menjadi beban tersendiri bagi anak. Sebab, pada masa usia dini hingga SD awal, semestinya mereka diajari mandiri dan dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya, mengenal diri sendiri, serta bermain yang menyenangkan. Sebab, bermain dalam dunia anak adalah bagian dari proses belajar itu sendiri.

Suryanti juga menyoroti transformasi di satuan pendidikan jenjang PAUD dan SD. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan sejumlah transformasi di satuan pendidikan jenjang anak usia dini dan dasar lewat Merdeka Belajar episode ke-24 tentang Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan.
 
Dia mengatakan ada beberapa hal yang mesti menjadi perhatian. Suryanti menyebut ini bisa menjadi tantangan yang perlu menjadi perhatian bersama ke depan.
 
Pertama, dunia belajar anak terlalu dipenuhi dengan tuntutan orang tua. Seharusnya, menyekolahkan anak bukan berdasarkan kebutuhan orang tua, tetapi kebutuhan anak itu sendiri.
 
Kedua, masih banyak orang tua tidak memandang penting PAUD sehingga langsung memasukkan anaknya ke jenjang SD. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kesiapan belajar anak termasuk adaptasi lingkungan dan belajar.
 
Ketiga, tidak meratanya sekolah PAUD di daerah bahkan di desa. Keempat, terlalu banyak waktu belajar bagi anak, sehingga waktu bermain sangat berkurang.
 
Kelima, orang tua terlalu menitikberatkan kepada sekolah untuk tumbuh dan kembang anak. Padahal, lingkungan pendidikan anak tidak hanya di sekolah, tetapi juga masyarakat dan utamanya lingkungan keluarga.
 
Suryanti mengatakan hal itu salah satunya disebabkan karena kurangnya pemahaman orang tua terhadap pendidikan atau kebutuhan pendidikan anak. Masih banyak orang tua yang memaknai belajar harus memegang buku, pensil dan coret-coret.
 
Padahal, belajar di usia dini sangat luas. Dia menekankan dunia bermain bagi anak sekaligus dunia belajar.
 
Dia mengatakan pendidikan yang ideal bagi anak dimulai dari lingkup keluarga. Di situ, anak usia 1-4 tahun mulai belajar sosialisasi dan interaksi, mengenal diri sendiri, dan keluarga.
 
Setelah itu, kemampuan tersebut dikembangkan di jenjang formal, yaitu PAUD. Pendidikan PAUD akan lebih berfokus pada kemampuan kognitif, motorik, dan sosial dengan banyak bermain sampai kelas dua SD/MI. Sedangkan, pembelajaran yang lebih menanamkan konten akan dimulai dari kelas 3 dan seterusnya.
 
Pada jenjang SD, khususnya kelas 1-2, idealnya anak harus mendapatkan pendidikan dasar yang menyenangkan. Pada usia sekolah tersebut, anak tidak harus berkutat pada pembelajaran berat dan membebani otak mereka.
 
“Anak-anak di rumah dituntut orang tua harus begini dan begitu, di sekolah pun begitu ditekan dengan belajar yang berat. Ini terlalu nafsu kalau saya katakan, tidak mengikuti perkembangan anak-anak,” tegas dia.
 
Suryanti mengatakan dampak buruk dari push yang terlalu berlebihan dapat mengakibatkan bosan belajar pada anak, selain itu anak akan rentan stres dengan segala tuntutan yang diberikan. Dampak lainnya, anak menjadi kurang bersosialisasi dan berinteraksi dengan yang lain. Terlebih dengan program les, cenderung membuat anak egois dan individual.
 
Suryanti mengatakan kebijakan Merdeka Belajar utamanya transformasi pendidikan di PAUD dan SD menjadi angin segar dalam memutus tradisi dan memberikan pemahaman orang tua akan kebutuhan pendidikan anaknya. Kebijakan tersebut perlu andil sekolah dalam memberikan pemahaman terkait pendidikan bagi anak yang ideal.
 
“Kebijakan ini bagus, tetapi yang menentukan juga adalah bagaimana sekolah, guru, dan orang tua memahami dan mengejawantahkannya baik itu di sekolah maupun di rumah,” ujar dia.
 
Dia mengatakan guru mengubah mindset dalam memaknai PAUD dan SD. Dengan perkembangan zaman dan teknologi yang pesat, cara mengajar lama seperti datang mencatat atau sekedar menjelaskan di depan kelas sudah tidak lagi relevan.
 
Guru saat ini dituntut kreatif dan inovatif dalam mengajar siswa dan mengemas pembelajaran dengan menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan tidak mesti rumit, tetapi bisa didesain dengan cara-cara sederhana.
 
Misalnya, lingkungan sekolah bisa menjadi sarana belajar. Anak bisa mengenal lingkungan dan berbagai hal di dalamnya. Termasuk hal-hal yang berkaitan dengan tradisi, adat, dan budaya setempat bisa menjadi wahana belajar bila dikemas dengan permainan.
 
“Guru kita perlu terus dilatih dan dikembangkan, guru penggerak bisa menjadi salah satu strateginya. Guru penggerak tak sekadar eforia semata, tetapi betul-betul menggerakkan orang lain juga menggerakan diri sendiri untuk bisa melaksanakan pembelajaran dengan baik dan memfasilitasi siswa untuk belajar,” ujar dia.
 
Dia mengakui, kualitas guru dan fasilitas pendidikan di Indonesia belum merata. Faktornya banyak, mulai dari keberagaman guru sampai letak geografis yang berdampak terhadap kualitas pendidikan.
 
Pemerataan pendidikan di Indonesia, lanjutnya, harus terus dilakukan lewat berbagai kebijakan. Pemerataan pendidikan tidak melulu soal fasilitas yang sama, tetapi akses dan kualitas pendidikan yang setara.
 
“Berbagai catatan terkait transformasi pendidikan, pemahaman orang tua dan kualitas guru serta pemerataan pendidikan harus menjadi bagian dari evaluasi dan upaya bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia ke depan. Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2023 ini harus benar-benar menyadarkan kita semua akan tanggung jawab, tantangan dan kualitas pendidikan di seluruh penjuru negeri,” tutur dia.
 
Baca juga: Tes Calistung Dihapus, Penting Disosialisasikan ke Kepala Sekolah, Guru, dan Orang Tua

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan