Dosen Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) Fadhila Inas Pratiwi tidak membenarkan dan menjustifikasi penyerangan tersebut. Perbuatan Israel adalah hal tidak manusiawi.
“Karena penyerangan tersebut merupakan bentuk opresi (merampas kehendak seseorang untuk melakukan sesuatu). Sasarannya pun adalah warga sipil yang sedang beribadah di Masjid Al-Aqsa,” tutur Fadhila dikutip dari unair.ac.id, Selasa, 3 Mei 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Fadhila mengungkapkan menelisik sejarah, konflik Palestina dan Israel telah berlangsung sejak lebih dari lima dekade. Persoalan utamanya, kasus perebutan wilayah.
“Terlebih untuk di wilayah sekitar Masjid Al-Aqsha ini memang sering terjadi konflik. Beberapa isu krusial menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah letak Al-Aqsa di terusalem yang di dalamnya terdapat tiga situs keagamaan,” ujar dia.
Dia menuturkan agama Kristen, Yahudi, dan Islam sama-sama memiliki situs keagamaan di Yerusalem. Kristen memiliki situs Gereja Makam Kudus, Yahudi memiliki Dinding Ratapan, dan Islam dengan Dome of The Rock serta Masjid Al-Aqsa.
“Israel dan Palestina sama-sama memiliki keterikatan historis dengan Yerusalem. Keduanya pun hingga saat ini masih memperebutkan wilayah tersebut,” ujar Fadhila.
Dia mengatakan Israel memiliki hubungan spesial dengan Amerika Serikat yang kemudian sering memberikan bantuan. Salah satunya dalam bentuk persenjataan yang maju.
“Persenjataan Israel yang relatif lebih maju dibandingkan dengan Palestina membuatnya memiliki kekuatan lebih. Hal itulah juga merupakan salah satu pemicu semakin langgengnya bentuk-bentuk operasi yang dilakukan oleh Israel. Terlebih penyerangan yang dilakukan ketika umat Islam sedang merayakan hari besar tertentu,” papar Fadhila.
Dia menyebut berbagai upaya sebenarnya telah banyak dilakukan untuk mengatasi konflik tersebut. Salah satunya dengan perundingan terhadap status Yerusalem.
“Namun, di perundingan apa pun, sengketa wilayah termasuk Yerusalem ini tidak pernah mendapatkan jalan tengah bagi keduanya. Oleh karena itu konflik keduanya masih terus berlanjut hingga saat ini dan semakin tidak terelakkan,” tutur dia.
Fadhila menyebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak ketinggalan ikut mengambil tindakan, seperti pengecaman terhadap Israel. PBB juga selalu mengawal jalannya konflik dan perundingan-perundingan yang telah dilakukan.
“Karena ketika perundingan gagal, biasanya kekerasan dalam konflik Israel dan Palestina ini akan meningkat. Maka dari itu perlu pengawalan PBB agar bisa meminimalisir dampak dari kegagalan perjanjian yang sudah dilakukan,” ucap dosen alumni Unair tersebut.
Baca: Israel Kesal Diselidiki Terkait Kejahatan Perang di Palestina