Guru besar Akuakultur IPB University, Sukenda. DOK IPB
Guru besar Akuakultur IPB University, Sukenda. DOK IPB

Guru Besar Akuakultur IPB Ungkap Potensi Cuan Budidaya Udang

Renatha Swasty • 08 April 2022 13:22
Jakarta: Industri budidaya udang terus mengalami pertumbuhan. Guru besar Akuakultur IPB University, Sukenda, mengungkapkan dalam rentang waktu 10 tahun dari 2009-2019, terjadi pertumbuhan produksi udang vaname sebesar 2,4 persen per tahun.
 
Sukenda menuturkan ada enam negara teratas produsen udang vaname, yaitu India, China, Ekuador, Indonesia, Thailand, dan Vietnam.
 
"Indonesia juga masuk dalam urutan ketiga penyuplai terbesar ke Amerika dengan volume 174.583 metrik ton, setelah India dan Ekuador. Ini merupakan potensi luar biasa bagi Indonesia," beber Sukenda saat memberikan kuliah tamu Biomanajemen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam keterangan tertulis, Jumat, 8 April 2022.
 
Sukenda menuturkan produksi udang Indonesia mencapai 1.053 juta ton pada 2019. Provinsi penghasil udang di Indonesia masih didominasi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
 
Dia mengungkapkan potensi cuan dari budidaya udang. Udang merupakan produk utama Indonesia. Market udang masih sangat potensial dikembangkan.
 
"Untuk pasar Amerika, Indonesia baru mampu menyuplai 19 persen, untuk Jepang sebesar 16,3 persen, untuk pasar Eropa hanya 1,2 persen, untuk pasar China baru 2 persen. Untuk Eropa biasanya terkendala akibat high standard quality," beber dia.
 
Sukenda menjelaskan berdasarkan proyeksi impor udang dunia, negara importir utama terdapat potensi penambahan pasar dunia dengan total 665.812 ton pada 2024. Komoditas udang juga memiliki harga cukup stabil.
 
"Contoh udang dengan ukuran panen size 50, artinya dalam 1 kilogram (kg) terdapat 50 ekor. Pada 2019 harganya berkisar Rp63 ribu hingga Rp76 ribu per kilogram. Pada Januari hingga Maret 2022 berturut-turut yaitu Rp68 ribu, Rp70 ribu dan Rp75 ribu per kilogram," papar dia.
 
Sukenda mengatakan udang merupakan komoditas budidaya yang unik. Semakin besar ukurannya, harga semakin tinggi.

Dia menyebut produktivitas budidaya udang harus didukung intensifikasi dan inovasi teknologi. Awalnya, budidaya udang tradisional dengan padat tebar rendah dan tambak yang sangat luas 5-30 hektare tanpa aerasi dan pemberian pakan.
 
"Saat ini melalui intensifikasi teknologi dengan memperhatikan biosecurity, penggunaan pakan buatan, penggunaan toilet, aerasi, resirkulasi, juga sistem autofeeder dapat meningkatkan produksi hingga 15-40 ton/hektare pada tambak dengan luas 0,2 hingga 0,5 hektare," ujar dia.
 
Adapun tantangan utama dalam budidaya udang ialah penyakit. Satu penyakit saja jika tidak dicegah dapat menyebabkan kerugian besar.
 
Dia mencontohkan China merugi hingga USD11 miliar USD dan Thailand rugi hingga USD7 miliar lantaran peyakit  Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHND).
 
"Serangan satu penyakit saja akan memengaruhi bobot udang, kelangsungan hidup, hingga konversi pakan. Karena itu proses budidaya harus dilakukan dengan prinsip biosecurity yang benar, manajemen air tambak, serta pemilihan benur yang berkualitas yaitu benur SPF (specific pathogen free) ataupun SPR (specific pathogen resistance)," tutur dia.
 
Selain itu, saat ini lebih baik memilih benur yang pertumbuhannya agak lambat. Namun, tahan terhadap serangan penyakit.
 
Sukenda juga memaparkan tahapan praproduksi budidaya udang meliputi legalitas usaha tambak, pemilihan lokasi, persiapan lahan, air, dan benur. Tahapan produksi meliputi manajemen dasar tambak, manajemen pakan, hingga dokumentasi dan traceability.
 
"Selain itu proses panen dan penanganan pascapanen serta aspek sosial dan ekonomi juga harus diperhatikan jika ingin berinvestasi pada bisnis ini," tutur dia.
 
Baca: KKP Dorong Generasi Milenial Terjun untuk Budi Daya Udang secara Digital
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan