Ilustrasi Gen Z yang frustrasi dalam mencari lapangan kerja (Foto: AI)
Ilustrasi Gen Z yang frustrasi dalam mencari lapangan kerja (Foto: AI)

Survei Membuktikan: 48,6% Gen Z & Milenial Menganggur dan 'Hopeless', Kita Mesti Ngapain?

Ilham Pratama Putra • 10 Desember 2025 17:16
Jakarta: Stereotip generasi atau usia turut memengaruhi pasar kerja di Indonesia. Dalam laporan yang dimuat Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) terdapat data tingkat penduduk tidak bekerja dan putus asa mencari kerja berdasarkan generasi.
 
"Berdasarkan generasi menunjukkan bahwa Generasi X dan kelompok yang lebih tua menjadi penyumbang terbesar, mencapai sekitar tiga puluh delapan persen," tulis laporan tersebut dikutip dari lpem.org, Rabu 10 Desember 2025.
 
Gen X dan generasi sebelumnya itu sebenarnya ada pada rentang usia yang dianggap matang secara karier. Tetapi justru menghadapi hambatan yang membuat mereka berhenti mencari pekerjaan.

"Pekerja usia menengah sering kali mengalami tekanan yang berbeda dari generasi yang lebih muda. Mereka menghadapi tantangan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi, stereotipe usia dalam proses rekrutmen, serta persaingan dengan pekerja yang lebih muda dan dianggap lebih mudah dilatih," lanjut laporan tersebut.
 
Hal itu pula yang membuat Gen X dan generasi sebelumnya menyerah lebih cepat setelah serangkaian kegagalan seleksi. Hal ini selaras dengan tingginya tuntutan keterampilan digital dalam pekerjaan baru yang belum sepenuhnya dapat diakses oleh kelompok usia di atas empat puluh tahun.
 
Lalu bagaimana dengan Gen Z dan Milenial? Secara total, 48,6 persen Gen Z dan milenial merupakan proporsi penduduk yang tidak bekerja dan tidak mencari kerja karena putus asa.
 
Generasi Milenial menempati sekitar 25% dari total kelompok putus asa. Posisi ini menggambarkan tantangan yang sering dibahas dalam literatur pembangunan, yaitu kesenjangan antara aspirasi karier dan realitas pasar kerja.
 
Banyak studi menunjukkan milenial di negara berkembang memiliki ekspektasi pekerjaan yang lebih tinggi terkait keamanan kerja, fleksibilitas, dan jalur karier.  Ketika pasar kerja tidak dapat memberikan struktur yang sesuai dengan ekspektasi tersebut, sebagian dari mereka memilih berhenti mencari pekerjaan formal dan beralih ke aktivitas lain yang dianggap lebih realistis.
 
Generasi Z menyumbang sekitar 24 persen dari total. Angka ini relatif besar mengingat mereka adalah kelompok yang baru memasuki pasar kerja.
 
Banyak stereotipe menyebut generasi Z sebagai kelompok yang adaptif, melek teknologi, dan fleksibel. Namun realitas pasar kerja sering menantang citra tersebut. Keterampilan digital dasar memang dimiliki oleh banyak anggota Generasi Z. Tetapi keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja modern mencakup lebih dari itu.
 
Perusahaan mengutamakan pengalaman kerja, portofolio kompetensi, serta kemampuan memecahkan masalah yang belum tentu dimiliki pencari kerja muda yang baru lulus. Bank Dunia mencatat bahwa transisi sekolah ke pekerjaan di Indonesia masih penuh friksi, terutama bagi lulusan baru yang tidak mendapat dukungan karier atau akses jaringan kerja.
 
Dalam kondisi seperti ini,  Generasi X menghadapi tantangan penyesuaian. Generasi Milenial berhadapan dengan mismatch antara aspirasi dan realitas pekerjaan.
 
Sementara Generasi Z menghadapi pintu masuk pasar kerja yang semakin tinggi standar kompetensinya. Tiga pola berbeda ini menunjukkan bahwa kebijakan ketenagakerjaan perlu memperhatikan kebutuhan dan hambatan antar generasi agar tidak ada kelompok usia produktif yang merasa tertinggal dan memilih untuk menyerah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan