Audina melihat program Nusantara Sehat yang memiliki visi misi untuk menguatkan pelayanan kesehatan primer di daerah perbatasan, sangat cocok dengan cita-citanya. Saat ini, ia pun benar-benar ada di Kepulauan Aru yang cukup dekat dengan Australia.
"Ini cita-cita yang Alhamdulillah terkabul. Meski dikasih waktu 2 tahun, tapi semoga maksimal dan bisa menegakkan cita-citaku," katanya.
Audina mengatakan sebagai tenaga kesehatan sudah pasti harus siap 24 jam dengan keadaan apapun. Apalagi, sebagai bidan yang harus membantu para ibu melahirkan yang mana tidak dapat ditentukan jam kelahirannya. Selain itu, bidan harus siap mental karena menyelamatkan dua nyawa sekaligus, yaitu ibu dan bayi.
Audina juga menceritakan tantangan yang lebih khusus dihadapi selama di Aru. Tantangan pertama dan menjadi tantangan terbesar ialah bagaimana mengedukasi masyarakat dengan berbagai keyakinan dan tradisinya untuk persalinan di Puskesmas.
Baca: Viral TikTok, Dian Lulus di Meiho University Setelah Sempat Dinyinyirin Tetangga
Ia mengatakan, masyarakat setempat lebih suka melahirkan dengan bantuan dukun bayi. Mereka merasa aman dan selamat melahirkan bersama dukun bayi, sehingga tidak perlu pergi ke Puskesmas.
"Terlebih masyarakat meyakini bahwa ibu bersalin dari pertama sampai 40 hari tidak boleh menginjak tanah sama sekali. Jadi ketika lahiran di Puskesmas ya menyalahi budaya mereka," ujarnya.

Audina Sholica, bidan muda lulusan UNS yang mengabdi di perbatasan. Foto: UNS/Humas.
Di sisi lain, bahasa yang digunakan juga berbeda. Audina dan kawan-kawan pun harus mendekati secara kultural, seperti menggunakan bahasa setempat. Tidak ketinggalan, koordinasi dilakukan dengan tokoh-tokoh adat dan tokoh-tokoh agama.
"Contoh ada ibu bersalin, (tradisinya) sampai rumah harus ada perapian di kamar. Padahal itu tidak baik untuk pernapasan bayi, bisa ISPA. Kita tidak bisa langsung bilang tidak boleh. Kita dekati tokoh adat, biarkan tokoh adat yang bilang ke warganya, kita dampingi," tutur Audina.