Untuk meraih beasiswa dari Erasmus Plus, jalan yang ditempuh Isna cukup panjang. Dia mengaku telah mempersiapkan diri sejak masih kuliah di UGM sebagai mahasiswa fakultas Geografi jurusan Ilmu Lingkungan.
"Dari semester satu bahkan aku udah sering ikut pameran beasiswa. Jadi tahu apa yang harus dilakukan kalau mau mendapat beasiswa," kata Isna dalam live Instagram @ehef.id, Sabtu, 27 Juni 2020.
Karena telah mengetahui deretan program beasiswa tersebut, Isna mulai menggenjot diri untuk belajar sejak awal masa perkuliahannya. Agar dia bisa memenuhi syarat nilai untuk menembus beasiswa yang diincarnya itu.
"Misalnya di Erasmus, IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) itu sangat tinggi, harus bisa IPK 3,7 sampai 3,9. Makanya aku harus belajar terus mencapai target itu," lanjutnya.
Baca juga: Bapak Penjaga Hutan UGM, Anak Kuliah S3 di Jepang
Bahkan Isna, saat menjalankan studi S1 di UGM harus mengorbankan waktu bermainnya. Hampir seluruh waktu senggangnya digunakan untuk belajar.
"Aku kayak tidur itu cuma lima jam sehari. Sisanya kuliah, kerjain tugas dan ikut kejuaraan, intinya harus berprestasi," ujar Isna.
Sisanya, untuk beasiswa Erasmus dia mempersiapkan berbagai dokumen. Mulai dari Curriculum vitae, Euro pass, surat motivasi, transkrip nilai, hingga surat rekomendasi.
"Nah untuk surat rekomendasi minimal dua sih. Tapi aku siapin lima. Itu nanti bisa dimintakan ke dosen kita, atau ke kepala laboratorium saat kita pernah jadi asisten dia," ujarnya.
Selanjutnya, pihak Erasmus yang akan menyeleksi. Seleksi ini terbilang ketat. Sebab, hanya sekitar 20 orang yang bakal lolos untuk beasiswa Erasmus setiap tahunnya di seluruh dunia.
"Iya hanya 20 orang, dan dari asia itu hanya dua orang. Terus kaya dari Eropa itu lima orang, Amerika lima orang," lanjut Isna.
Setelah diterima, dari pihak Erasmus akan memberikan kesempatan Isna untuk belajar berpindah-pindah. Di antaranya Central European University Hungaria, University of Aegean Yunani, dan University of Manchester, Inggris.
"Alasannya karena aku suka travelling dan pindah-pindah setiap enam bulan. Dan tentu dapat pengalaman yang berbeda. Dan uang saku kita juga besar, bisa sampai 1.000 euro dalam satu bulan," terangnya.
Isna memilih program studi Ilmu Lingkungan Kebijakan untuk gelar S2-nya. Dia menjadi penerima beasiswa Erasmus pertama dari Indonesia untuk program studi tersebut.
Dikutip dari laman nesoindonesia.or,id, Erasmus+ adalah program Uni Eropa (UE) di bidang pendidikan, pelatihan, pemuda dan olahraga untuk periode 2014-2020.
Peserta Beasiswa Erasmus+
1. Lulusan S1/sederajat untuk mendaftar ke program Pasca Sarjana S-2 Erasmus Mundus Joint Master Degree (EMJMD), selama 1-2 tahun
2. Lulusan S2-untuk mendaftar ke Erasmus Mundus Joint Doctorate Degree (EMJD), 3 tahun
3. Scholar - Para akademisi / peneliti Untuk melakukan tugas mengajar, penelitian atau kegiatan ilmiah pada EMJMD maksimum tiga bulan
Program Pasca Sarjana Erasmus Mundus (S-2)
Penyelenggara beasiswa ini adalah konsorsium Universitas-universitas di Eropa (gabungan dari 2-3 universitas). Di sana mahasiswa akan menjalani masa kuliah sekurang-kurangnya di dua lembaga pendidikan yang menjadi bagian dari Konsorsium tersebut dan terletak di negara Eropa yang berbeda.
Bidang yang ditawarkan mencakup berbagai macam disiplin ilmu, seperti ilmu pertanian dan kehutanan, ilmu bisnis dan manajemen, ilmu komunikasi dan informatika, pendidikan dan pengajaran, teknik, humaniora, hukum, dan lain sebagainya. Terdiri dari 60-120 European Credit Transfer System (ECTS), dengan masa kuliah 1-2 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id