Harvard University. DOK thecrimson.com
Harvard University. DOK thecrimson.com

3 Profesor Harvard Menangkan Penghargaan 2025 Breakthrough Prizes

Renatha Swasty • 28 April 2025 10:43
Jakarta: Harvard kembali menorehkan pencapaian bergengsi dalam kontribusi dalam ilmu pengetahuan. Tidak hanya satu, tiga profesor di Harvard memenangkan 2025 Breakthrough Prizes, yang diumumkan pada Sabtu, 5 April 2025.
 
Penghargaan yang diinisiasi oleh Mark Zuckerberg dan timnya ini, merupakan penghargaan bergengsi dalam dunia sains terutama dalam bidang fisika fundamental, ilmu kehidupan, dan matematika. Ketahui lebih lengkap tentang penghargaan dan karya ilmiah ketiga profesor yang memenangkannya dikutip dari laman thecrimson.com:
 
Penghargaan Breakthrough Prizes sering kali disebut dengan Oscar-nya Ilmu Sains. Selain didirikan oleh orang-orang besar seperti pendiri Facebook dan Google, hadiah dari penghargaan ini juga tidak kalah besar.

Alberto Ascherio, seorang profesor di Harvard T.H. Chan School of Public Health dan Harvard Medical School, memenangkan penghargaan atas karyanya yang menetapkan infeksi virus Epstein-Barr sebagai penyebab utama Sklerosis Ganda (penyakit autoimun yang menyerang sistem kekebalan tubuh seperti otak dan sumsum tulang belakang). Pada awalnya belum diketahui pasti, apa penyebab dari penyakit yang menurunkan fungsi tubuh ini.
 
Setelah penelitian selama lebih dari dua dekade, Ascherio menemukan bukti konkret pertama dari penyebab penyakit ini. “Penemuan bahwa virus kemungkinan besar berada di balik penyakit ini menunjukkan bahwa alih-alih menargetkan sel untuk pengobatan, kita dapat menargetkan virus secara langsung,” kata Ascherio.
 
Ascherio menyebut penemuan ini mengurangi risiko imunosupresi dan bertindak sebagai panduan untuk memeriksa bagaimana infeksi virus terkait dengan penyakit seperti Alzheimer atau penyakit Lou Gehrig.
 
Selanjutnya, profesor HMS, Joel F. Habener, menerima penghargaan untuk penemuan dan kategorisasi hormon GLP-1. Ini adalah hormon glukagon seperti peptida-1, yang telah membawa pengembangan pengobatan untuk diabetes tipe 2 dan obesitas, serta solusi untuk mengobati kondisi metabolisme lainnya termasuk gagal jantung dan penyakit hati berlemak.
 
“Apa yang saya lakukan adalah sesuatu dengan istilah 'penelitian berbasis penemuan' dan hal yang mendorongnya adalah rasa ingin tahu,” kata Habener. “Tetaplah berpikiran terbuka dan berpikir tentang mekanisme dan aturannya. Hal ini mirip seperti teka-teki silang.”
 
Habener mengatakan potensi GLP-1 jauh melampaui pengobatan tersebut, dengan kemungkinan aplikasi untuk “penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.”
 
Ketiga, David R. Liu, profesor di Broad Institute dan Harvard serta direktur Merkin Institute for Transformative Technologies in Healthcare, mengembangkan platform pengeditan gen yang revolusioner untuk pengeditan dasar dan pengeditan utama pada tahun 2016, yang dapat mengoreksi variasi genetik penyebab penyakit.
 
Baca juga: Dosen ITS Bawa Madura Mendunia Lewat Poster Cukur Rambut

Teknologi ini digunakan untuk pertama kalinya dalam memperbaiki mutasi penyebab penyakit pada pasien dan telah digunakan di ribuan laboratorium di seluruh dunia.
 
“Jika Anda mengatakan pada saya, misalnya tahun 2010, 15 tahun yang lalu, bahwa akan ada mesin molekuler yang direkayasa di laboratorium yang dapat mengubah satu basa DNA menjadi basa DNA yang lain atau yang dapat menulis ulang seluruh bentangan DNA untuk melakukan pencarian yang benar dan menggantikan pengeditan gen, saya tidak akan mempercayai Anda,” ujar Liu.
 
“Terus terang, saya akan mengatakan itu terdengar seperti fiksi ilmiah,” ujar Liu.
 
Para peneliti mengakui hasil kerja keras para kolaborator dan tim dalam penelitian mereka. Ascherio menggambarkan penelitiannya sebagai “jaringan kolaborasi” yang dibangun di atas ketekunan dan kepercayaan diri.
 
Sedangkan profesor Liu mengatakan “bagian terbesar dari pekerjaan ini dan oleh karena itu, bagian terbesar dari pujian diberikan kepada tim postdocs, mahasiswa pascasarjana, sarjana, staf, kolaborator, dan pendanaan dari badan-badan federal dan dermawan.” “Sangat penting untuk menyebutkan seberapa besar upaya tim dan seberapa besar desa yang dibutuhkan untuk melakukan hal seperti ini,” ujar Liu.
 
Upacara penghargaan di Santa Monica merupakan acara bertabur bintang. Penghargaan ini dibuka oleh pemenang Emmy Award, James Corden, dan para pembawa acara dan pengisi acara termasuk Katy Perry, Gwenyth Paltrow, dan Mark Zuckerberg.
 
Para pemenang Breakthrough Prize 2025 ini, masing-masing menerima hadiah sebesar USD3 juta atau sekitar Rp50,59 miliar.
 
Breakthrough Prize Awards juga menyoroti dampak nyata dari kemajuan ilmiah para pemenang. Saat memberikan penghargaan kepada Liu, Breakthrough Awards mengundang pasien pertama yang diobati dengan teknologi pengeditan dasar Liu, yang berusia 13 tahun saat ia diberitahu akan meninggal karena leukemia sel-T, untuk menceritakan kisahnya di atas panggung.
 
Liu mengatakan bahwa dia menangis mendengarnya berbicara.
 
“Ilmu pengetahuan, yang dipandu oleh empati, dapat mengubah kehidupan,” kata Liu. “Ini adalah pesan yang sangat dibutuhkan saat ini di negara kita.” (Alfi Loya Zirga)
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan