Mahasiswa FISIP UB, Bima Rafsanjani Rafid (kanan). Foto: UB
Mahasiswa FISIP UB, Bima Rafsanjani Rafid (kanan). Foto: UB

Jadi Anggota Termuda DPRD Jatim, Mahasiswa UB Bagikan Tips Berkarier di Politik

Citra Larasati • 09 April 2024 12:56
Jakarta:  Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Bima Rafsanjani Rafid terpilih menjadi anggota DPRD Jawa Timur periode 2024-2029 pada Pemilu 2024. Bima terpilih menjadi legislator di usianya yang baru 21 tahun, sehingga membuatnya menjadi anggota DPRD Jatim termuda.
 
“Kalau untuk DPRD Jatim, betul saya yang paling muda di antara yang terpilih,” kata Bimi dilansir dari laman UB, Selasa, 9 April 2024.
 
Bima ikut kontestasi dalam Pemilihan Legislatif 2024 dan bertarung di Dapil 4 Jatim (Banyuwangi, Bondowoso, Situdondo). Meski merupakan newcomer, Bima mampu meraih 78.656 suara.

“Jujur perolehan jumlah suara itu di luar ekspektasi saya. Karena hitungan saya sebenarnya masih di bawah itu,” ucapnya.
 
Apalagi menurut Bima, hasil ini membuat dia mengalahkan satu incumbent yang sebelumnya pernah menjadi anggota DPRD Jatim periode 2019-2014.  “Di dapil Jatim 4 itu ada 9 kursi. Nah dari 9 itu, 8 di antaranya incumbent lolos lagi dan saya mengalahkan 1 incumbent yang lain,” papar mahasiswa FISIP Angkatan 2020 ini.
 
Bima mengaku faktor usianya yang masih muda membuat dia dan pemilih menjadi lebih dekat. “Pemilih ingin ada inovasi dan visi misi baru untuk wilayahnya. Karena bagi mereka jika ada anak muda bisa sepemikiran dan sefrekuensi,” tuturnya.
 
Bima dibesarkan di keluarga politik. Ayahnya, Sumail Abdullah juga terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2024-2029. Namun bagi Bima, bukan hal itu faktor utama dia memilih menjadi caleg.
 
“Saya melihat demokrasi di Indonesia sedang naik daun. Anak muda sekarang banyak yang ditarik untuk bisa jadi caleg. Apalagi ada bonus demografi sekarang karena 60 persen pemilih dari Gen Z dan milenial,” paparnya.
 
“Tidak heran kemudian jika parpol banyak yang merekrut anak muda. Dari hal itulah kemudian saya tertarik mendaftar jadi calon legislatif,” sambung Bima.

Bekal Kontestasi

Menurut Bima, ilmu yang ia dapat dari Departemen Sosiologi cukup menjadi bekalnya untuk berkontestasi. “Karena di Sosiologi itu kan mengajarkan bagaimana kita di masyarakat itu bisa berinteraksi sosial, menjalin kedekatan dengan masyarakat sampai bisa mendapatkan kepercayaan dari mereka,” bebernya.
 
“Bagaimana caranya kita bisa menggaet kelompok masyarakat yang berbeda agama, keyakinan, kultur dan budaya, nah dari situlah ilmu atau rumus-rumus yang saya dapatkan selama berkuliah di Sosiologi UB ini,” sambung pria asal Banyuwangi ini.
 
Karena itulah, Bima mengucapkan terima kasih kepada Departemen Sosiologi dan FISIP UB karena beberapa saran dari civitas akademika selama proses kampanye yang dia lakukan mampu dijalankan dengan baik.

Tips Berkarier Politik untuk Anak Muda

Keberhasilan Bima meraih satu kursi di DPRD Jatim tentu membuatnya ingin berbagi tips jika ada sivitas akademika di FISIP yang juga akan berkarier di politik. Salah satu kunci menurut Bima adalah mental yang kuat.
 
Selain itu, ia juga mengingatkan perihal investasi sosial. “Investasi sosial paling penting, supaya kita bisa lebih dikenal dan bisa memberikan banyak sumbangan positif untuk masyarakat, terus masyarakat juga jadi bisa tahu kedepannya kita mau melakukan apa saja untuk ke depannya,” ujar Bima.
 
Ia mengakui jika investasi sosial yang telah ditanam sudah berbuah saat ini. Dia juga tak menampik ada modal lain yang dia keluarkan untuk kontestasi di Pemilu kemarin.
 
“Saya menjadi saya yang sekarang bukan karena saya merasa hebat, tapi saya bisa menjadi seperti sekarang juga karena teman-teman saya yang sudah banyak mendukung saya. Jujur untuk masalah modal, mungkin saya adalah yang paling bawah. Maka dari itu investasi sosial yang saya tanam akhirnya bisa berbuah jadi kepercayaan untuk saya menjadi perwakilan rakyat di tingkat Provinsi,” tegasnya.
 
Karena itulah, Bima ingin agar sivitas akademika juga tidak segan mengisi pos pos politik. Sebab menurutnya dengan bekal ilmu pengetahuan di ranah akademis golongan intelektual bisa menjadi pemimpin atau politikus, sehingga ke depannya demokrasi di Indonesia bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
 
“Tentu kemudian kita bisa sama-sama mencetuskan substansi edukasi politik yang lebih mencerdaskan dan menggugah, bukan cuma dari retorikanya saja. Ini karena masyarakat pun berharap bisa punya sosok politikus yang memiliki kualitas yang bagus, dilihat dari wawasan dan kepintarannya, serta visioner hingga ke masa depan,” pungkasnya.
 
Baca juga: Kisah Fitri Utaminingrum, Peneliti Inspiratif UB di Bidang Computer Vision


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan