Dia lulus Program Magister Manajemen Kampus Yogyakarta pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) dengan predikat Cum Laude. Dia lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,97 yang diraih selama studi 1 tahun 7 bulan 3 hari.
Agnes lulus S2 di usia 36 tahun. Dia mengaku tidak pernah mengubur mimpinya untuk lanjut S2 lantaran ingin terus belajar.
“Bisa belajar sebanyak-banyaknya adalah tentang meningkatkan peluang. Apa pun itu saya yakin sebuah perubahan ke arah positif akan terjadi,” ucap dia dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 9 Agustus 2024.
Pada 2022, Agnes membuat sebuah keputusan besar yang mengubah jalan hidupnya. Di masa pandemi covid-19, ia mendapatkan banyak hikmah.
Mimpi-mimpi yang dulunya sempat meredup, kembali berkobar terlebih dengan adanya dukungan dari sang suami untuk melanjutkan kuliah. Tak tanggung-tanggung, di waktu bersamaan Agnes membuat sebuah momen perubahan karier signifikan dalam hidupnya.
Dia memilih resign dari pekerjaanya yang terbilang cukup mapan dan menjadi impian banyak orang. Ia sudah bekerja di Group Danone Specialized Nutrition, tepatnya di PT Sarihusada Generasi Mahardika sebagai Production Supervisor.
“Resign dari pekerjaan rutin, belajar berbisnis, dan kuliah lagi di jurusan bisnis untuk mendukung kebutuhan utama saat itu yaitu membangun bisnis sendiri,” ujar dia.
Akhirnya Agnes melanjutkan studi di Prodi Master of Business Administration (MBA) di Kampus Yogyakarta dengan mengambil Program Senior Executive MBA (SEMBA). “Ternyata mimpi 10 tahun lalu tidak berubah. Apa yang diimpikan dahulu terhambat karena keterbatasan, kini bisa dilakukan. Mimpi tidak berubah, hanya jalan untuk merealisasikan saja yang berbeda,” kenang dia.
Sembari mencari gelar MBA, ia merintis bisnis di bidang Food and Beverage (FnB). Agnes menjalankan perusahaan rintisan bernama Kitchensync melalui kolaborasi dengan tiga rekannya.
Kitchensync didirikan untuk menyediakan solusi bagi pelaku bisnis FnB, terutama restoran kecil hingga menengah (UMKM), yang membutuhkan layanan dukungan operasional. Kitchensync memiliki bisnis inti yaitu menyediakan bahan baku dan produk setengah jadi, serta layanan riset dan pengembangan produk.
Perusahaan ini berafiliasi dengan beberapa merek restoran seperti Nolda Pocha (restoran bertema makanan jalanan Korea), Nasi Iskandar (restoran bertema Melayu/Nasi Kandar), dan Oetak-oetak (Pempek dari Palembang), yang total cabangnya kini berjumlah lebih dari 15, tersebar di Jawa, Bali, dan Sumatra.
“Selain itu kita juga memiliki merek restoran sendiri bernama Udon Mura yaitu restoran bertema Jepang yang berlokasi di Tangerang Selatan,” ucap Co-Founder dan COO Kitchensync itu.
Menjalankan bisnis bukanlah hal mudah, terlebih bagi dirinya yang tergolong pemain baru. Bisnis yang masih seumur jagung ini sempat mengalami kondisi maju dan mundur.
Saat awal memulai bisnis, salah satu founder tiba-tiba mundur begitu saja. Selain itu, turn over karyawan cukup tinggi.
“Namun, show must go on dengan berbekal visi dan misi dan jelas kami terus melanjutkan apa yang sudah dirancang dan syukurlah pada akhirnya bisa terus berlanjut hingga sekarang,” kata dia.
Saat ini, mereka sedang mengembangkan bisnis berkelanjutan dengan merancang bisnis berbasis Cloud Kitchen. Agnes mengaku tidak memiliki pengalaman apa pun saat memulai bisnis.
Namun, ia memiliki kemauan dan tekad kuat untuk berbisnis. Karenanya, ia mendorong siapa pun yang ingin berbisnis untuk tidak takut bermimpi besar.
“Mulai saja, sebesar apa pun bisnis selalu dimulai dari hal kecil. Asalkan memiliki mimpi yang besar dan bentuk lingkaran pertemanan yang mendukung. Sebab, orang-orang terdekatmu adalah cerminan dirimu di masa kini dan mendatang,” tutur dia.
Agnes mengakui menjalani kuliah sekaligus berbisnis tentu tidak mudah dijalani. Namun, dengan manajemen waktu yang baik, keduanya bisa berjalan beriringan.
Untuk membantu proses pembelajaran di sela-sela menjadi pebisnis, ia menerapkan beberapa trik. Salah satunya, membuat rangkuman dari berbagai buku literatur dan slide dari dosen per chapter dengan tulisan tangan.
Upaya lain yang Agnes lakukan adalah rutin mengakses informasi melalui berbagai media pembelajaran terkait bisnis. Biasanya, rutinitas itu ia lakukan 30 menit hingga 1 jam menjelang tidur.
Lalu, di sela-sela perjalanan dari Jakarta, kota tempat bermukim Agnes saat ini, ke Yogyakarta untuk berkuliah, ia sempatkan membaca materi yang akan dibahas saat perkuliahan.
“Saya memanfaatkan waktu perjalanan kereta Jakarta-Jogja setiap minggu untuk membaca materi yang akan dibahas di perkuliahan esok harinya di kelas weekend atau fullday di hari Sabtu. Selain itu juga melakukan diskusi dengan teman-teman kuliah untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda-beda dari berbagai profesi dan industri,” papar dia.
Agnes menyampaikan menjadi bagian dari keluarga besar MM UGM Yogyakarta adalah sebuah kebanggaan dan kesempatan emas yang tidak semua orang bisa rasakan. Di sini, dia tidak hanya belajar tentang teori dan konsep-konsep manajemen, tetapi juga menyerap berbagai nilai-nilai penting yang akan membentuk karakter dan kesiapan dalam menghadapi dunia profesional.
“Beberapa nilai berharga yang saya ambil selama menjalani kuliah adalah soal integritas dan etika, kemandirian dan inovasi untuk menjadi pemimpin yang visioner, serta kolaborasi dan kerja sama. Nilai-nilai itu sangat membantu saya, terlebih dalam mengembangkan bisnis,” ujar Agens.
| Baca juga: Kisah Arnia, Putri Buruh Tani dari Aceh Jadi Maba di Teknik Nuklir UGM |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id