Pasal tersebut dinilai tidak adil, sebab tidak memberi kesempatan kepada para pelatih, pendamping, dan asesor Guru penggerak untuk menjadi calon kepala sekolah.
"Pelatih guru penggerak, kemudian asesor guru penggerak dan pendamping guru penggerak, tiga komponen ini sayangnya tidak bisa jadi kepala sekolah karena terbentur aturan tadi. Padahal mereka ini pastinya lebih pintar, karena pelatih, pendamping dan asesor inilah yang mencetak para guru penggerak," kata Koordinator P2G, Satriwan Salim kepada Medcom.id, Selasa 25 Januari 2022.
Menurut Satriwan, ketiga jabatan tersebut juga tidak sembarangan, karena direkrut dari guru-guru terbaik dan berprestasi, serta dipilih melalui seleksi yang kompetitif. "Jadi aneh, ketika guru yang dilatih oleh mereka bisa jadi kepala sekolah, sedangkan mereka yang melatih tidak bisa jadi kepala sekolah karena tidak mengantongi sertifikat guru penggerak," sesal Satriwan.
Baca juga: Syarat Calon Kepala Sekolah Bersertifikat Guru Penggerak Bikin Susah Sekolah Swasta
Ia menganggap Permendikbudristek tersebut tidak akomodatif, bahkan diskriminatif terhadap para guru. Untuk itu ia meminta kepada Nadiem untuk menyempurnakan Permendikbudnya, agar mengakomodir pelatih, pendamping, dan asesor guru penggerak agar dapat juga menjadi calon kepala sekolah.
"Bayangkan mereka ini kan orang terpilih juga. Masak yang bisa menjadi kepala sekolah hanya guru penggerak yang notabene anak didik. Ini diskriminasi, oleh karena itu kami minta disempurnakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News