Para guru pun menyatakan kesiapannya jika diminta melanjutkan pembelajaran daring. Guru mata pelajaran biologi SMA 1 Tambun Selatan, Bekasi Dian Rosalina, misalnya.
"Kami percaya kami mampu, kami mungkin tidak bagus 100 persen, enggak sempurna, tapi kami mau belajar, mau berusaha," ungkap Dian kepada Medcom.id saat ditemui di sekolahnya, Minggu, 15 November 2020.
Dia mengatakan, apa pun metode pembelajarannya, fokusnya hanya satu, yakni bagaimana pembelajaran tetap berorientasi pada murid. "Yang penting hak anak terpenuhi. Apapun kami lakukan dan kami siap," terangnya.
Baca: Pontang-panting Merancang Pembelajaran Daring
Hal ini terbukti dengan PJJ yang telah mereka jalankan selama delapan bulan ke belakang. Seiring perjalanan waktu PJJ di sekolahnya berjalan lancar dan efektif. Kendala mulai dari gawai hingga kuota dapat terpecahkan.
Hal senada juga diungkapkan guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) SMA 77 Jakarta Pusat, Fajar Selawati. "Guru mesti terus juga belajar. Saya percaya SMA 77 bisa melakukan digitalisasi pembelajaran," ungkap Sela, sapaannya.
.jpeg)
Fajar Selawati, guru PPKn SMAN 77 Jakarta saat mengajar secara daring. Foto: Medcom.id/Ilham Pratama Putra.
Menurutnya, saat ini para guru dan murid mulai terbiasa dengan metode belajar daring. Dengan begitu, tak ada masalah jika PJJ akan menjadi model baru pendidikan di Indonesia.
"Tapi perlu diingat tidak ada yang bisa menggantikan tatap muka. Namun kalau harus daring dan luring ya harus siap. Memang itu tantangan berat, tapi kalau itu diterapkan kita semua harus mau belajar," tutur Sela.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News