Jakarta: Pernyataan Presiden Joko Widodo (
Jokowi) diyakini tidak mempan mendongkrak elektabilitas calon presiden (capres) nomor urut 2
Prabowo Subianto. Sebab, ceruk suara masyarakat yang diperebutkan tinggal sedikit.
"Bukan persoalan makro targeting, tapi mikro targeting. Kalau pakai pernyataan, itu makro," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan dalam diskusi virtual
Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk "Di Balik Presiden Boleh Memihak, Siapa Takut 2 Putaran?" Minggu, 28 Januari 2024.
Djayadi mengatakan tren dinamika elektabilitas masing-masing pasangan calon melambat. Sebab, rata-rata responden yang belum menjawab atau belum menentukan pilihan dalam survei tinggal sedikit.
"Jumlah suara yang memilih (di survei) kalau dijumlahkan 92 persen. Tinggal delapan persen, jadi kalau bertambah satu persen sudah bagus banget," ujar dia.
Menurut Djayadi, upaya setiap kubu merebut suara delapan persen tidak terpengaruh ucapan Jokowi, meski Presiden mengerahkan para menteri. Sebaliknya, kampanye ke tingkat akar rumput lebih krusial.
"Menemukan delapan persen pemilih di survei tidak lewat pernyataan presiden tapi kerja tim di lapangan," papar dia.
Presiden Jokowi menyebut Kepala Negara boleh berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu). Selain itu, seorang presiden juga boleh memihak kepada calon tertentu.
"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," ujar Jokowi di Terminal Selatan Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))