Jakarta: Pemilihan Umum (
Pemilu) 2024 dinilai paling buruk kualitasnya. Penilaian itu disampaikan aktivis 98 Ray Rangkuti dalam diskusi Para Syndicate.
"Pemilu 2024 dinilai paling jelek kualitasnya karena ada aturan yang diubah di tengah jalan," kata Ray dalam diskusi di Jakarta, Jumat, 15 Desember 2023.
Perubahan peraturan terkait putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Perkara Nomor 90. Menurut dia, praktik itu tidak menjunjung demokrasi demi kepentingan calon tertentu, bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak bisa berkutik.
Ray membandingkan Pemilu 2024 dengan 2014 dan 2019, khususnya dalam hal perdebatan antarkandidat. Menurut Ray, pemilu kali ini publik tak diajak masuk pada gagasan, namun gimmick debat seperti berjoget.
"Pada 2014 kita dihadapkan isu tentang politik identitas tapi perdebatan antara politik identitas dan nonidentitas kuat sekali. Pada 2019 kita dihadapkan dengan peristiwa hoaks tapi perdebatan kita menjadi kuat," ujar Ray.
Menurut dia, hal ini sangat disayangkan mengingat dalam pemilu kali ini masyarakat dengan senang hati memfasilitasi perdebatan. Disayangkan, karena forum debat itu tidak dioptimalkan oleh salah satu pasangan calon.
"Lalu mereka mengatakan tunggu saja di perdebatan resminya. Padahal dalam kampanye itu yang dijual adalah ide bukan jual makan siang dan minum susu," tegasnya.
Publik sambung dia berhak tahu apa yang akan dilakukan oleh calon pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Hal ini seharusnya menjadi antensi semua paslon, khususnya cawapres Gibran Rakabuming Raka yang menuai banyak sorotan karena sokongan dari orangtuanya yang merupakan presiden.
"Menurut saya calon presiden dan calon wakil presiden yang paling banyak melakukan blunder adalah Gibran Rakabuming Raka dan banyak paling banyak dilaporkan," tegasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))