Jakarta: Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan mengkritisi sikap Ketua Dewan Kehormatan (Wanhor) PAN Amien Rais yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) diaudit. Sikap Amien dianggap mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu.
"Ini sangat berbahaya bagi proses pemilu yang merupakan proses terpenting dalam demokrasi kita," kata Bara ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Selatan, Senin, 4 Maret 2019.
Menurut dia, sebagai elite politik sudah berkewajibannya mendukung keputusan yang dijalankan KPU serta mengawal agar lembaga negara itu dapat independen. Elite harus menghindari sikap-sikap yang terkesan mendelegitimasi KPU.
"Jangan menyebarkan persepsi bahwa belum apa-apa proses ini sudah berlangsung dengan kecurangan. Padahal, tidak ada bukti-bukti kuat untuk mendukung tuduhan dan argumen tersebut," imbuh dia.
Pihaknya menyarankan kepada Amien agar dapat menyampaikan sikapnya setelah perhitungan suara dilakukan. Amien perlu menampilkan bukti yang kuat adanya proses pemilu yang curang.
"(Menyebarkan kecurigaan) independensi dari KPU, itu suatu hal yang tidak bertanggung jawab, dan itu sangat berbahaya dan bisa menanamkan sikap apatis di tengah masyarakat untuk KPU menyelenggarakan proses ini secra independen dan adil," pungkas dia.
Sebelumnya, Amien Rais bersama Forum Umat Islam (FUI) menggelar aksi damai di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Maret 2019. Amien Rais menuntut agar KPU sebagai penyelenggara pemilu bersikap jujur, adil, dan transparan.
Baca: Narasi Pemilu Curang Amien Rais Tak Sehat
Pendiri PAN itu mengaku telah melihat indikasi kecurangan yang terjadi pada rangkaian pelaksanaan Pemilu 2019 sejak enam bulan lalu. Dia juga menyampaikan keinginannya untuk mengaudit forensik sistem teknologi informasi KPU.
"Jadi kalau kita mau jujur, sejak enam bulan yang lalu sudah kentara adanya gejala-gejala kecurangan, yang luar biasa," kata Amien Rais di depan Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat.
Salah satu bukti kecurangan itu, menurut Amien, KTP-el tanpa pemilik yang jelas. Itu, kata dia, bisa dimanfaatkan untuk pemilih ganda.
"Misalnya dalam daftar pemilih tetap (DPT) itu ada 31 juta yang bodong. Bayangkan ratusan ribu KTP elektronik dibuang di hutan, sawah, semak-semak, jatuh di jalan dan lain-lain. Ini apa-apaan?" tukas Amien.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((OGI))