Jakarta: Menyikapi hasil hitung cepat dan rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) hasil Pemilihan Presiden (
Pilpres) 2024 berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan hasil pilpres merupakan hal lazim dalam penyelenggaraan pemilu. Berikut ini deretan sengketa pilpres yang pernah terjadi:
Pilpres 2004
Permohonan gugatan sengketa Pemilu pertama kali terjadi pada Pilpres 2024 yang juga menjadi pemilihan presiden dan wakil presiden yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia.
"Pemohon saat itu Wiranto dan Salahuddin Wahid, mereka menggugat KPU ke MK atas kehilangan 5,43 juta suara yang tersebar di 26 provinsi," dikutip dari sumber Redaksi Metro TV, Senin, 18 Maret 2024.
Jimly Asshiddiqie yang saat itu menjadi ketua MK menyatakan penetapan KPU soal hasil perhitungan suara
pilpres bersifat final dan mengikat secara hukum. MK menetapkan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden periode 2004 hingga 2009.
Pilpres 2009
Pada 2009, gugatan sengketa ke MK dilayangkan Jusuf Kalla-Wiranto dan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto. Gugatan diajukan atas kisruh daftar pemilih tetap (DPT), pihak JK-Wiranto menemukan banyak pemilih ganda dalam soft copy DPT 2009. Sedangkan kubu Megawati-Prabowo menuntut KPU untuk menyelenggarakan Pemilu ulang.
Saat itu MK memutuskan Pilpres 2009 sah dimata hukum. Ada pula putusan lainnya yakni mengakui Pilpres 2009 masih banyak kekurangan, kinerja KPU tidak profesional, menolak gugatan dari kedua pasangan Capres-Cawapres, dan pelanggaran serta kecurangan pada Pemilu 2009 bersifat prosedural dan administratif.
Pilpres 2014
Gugatan dilakukan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Mereka menggugat KPU atas 52 ribu dokumen C1 yang diduga tak valid, tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta dan dugaan Pemilu Fiktif.
Semua gugatan tersebut ditolak MK dengan alasan dalil-dalil mengenai kesalahan rekapitulasi suara, maupun pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masih tidak terbukti.
Pilpres 2019
Permohonan kala itu dilakukan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Mereka mendaftarkan sengketa hasil Pilpres 2019 dengan menyerahkan 51 bukti kepada MK. Prabowo-Sandi berupaya merumuskan dugaan kecurangan yang dikualifikasi sebagai terstruktur, sistematis, dan masif.
Lagi-lagi, seluruh permohonan atas sengketa pilpres ini ditolak, dalil pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif tidak beralasan, tidak relevan serta tidak bisa dijelaskan secara hukum.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AGA))